Category Archives: Akustika Ruangan

Berisi segala sesuatu yang terkait dengan akustik dalam ruang tertutup

Pentingnya Akustik untuk Ruang Kelas Anak-anak

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses belajar mengajar pada anak-anak di dalam kelas adalah terjaminnya proses komunikasi yang baik antara guru dan murid (dan sebaliknya). Dua faktor utama yang mempengaruhi proses mendengar di dalam ruangan kelas adalah kondisi akustik ruang kelas dan kemampuan mendengar anak (murid). Kondisi Akustik ruang kelas yang harus diperhatikan terutama adalah tingkat kebisingan dan waktu dengung ruang, serta rasio suara terhadap bising  (SNR).

Tingkat  kebisingan suara yang terjadi di ruangan kelas disebabkan oleh sumber dari luar ruangan (misalnya kendaraan yang lewat di jalanan di sekitar sekolah, aktifitas di dalam dan di luar lingkungan sekolah) dan sumber di dalam ruangan kelas (misalnya suara murid-murid, suara AC). Suara-suara tersebut pada akhirnya akan berkompetisi dengan suara guru, sehingga mengganggu proses komunikasi antara guru-murid dan sebaliknya. Jika tingkat bising terlalu tinggi, suara guru akan tenggelam di dalam bising, sehingga guru harus meningkatkan tingkat energi suara yang dikeluarkan (akibatnya guru lebih mudah letih). Faktor utama yang bisa digunakan untuk mengendalikan kebocoran/intrusi bising dari luar ruang kelas adalah dengan memastikan semua bukaan yang ada di ruang kelas memiliki sistem insulasi suara yang baik, sedangkan untuk mengendalikan bising yang bersumber dari dalam ruang kelas itu sendiri adalah dengan mengendalikan tingkat bising sumber yang menghasilkan suara.

Waktu dengung ruangan kelas memegang peranan penting dalam menciptakan tingkat kejelasan suara ucap dalam ruang. Waktu dengung ruang pada dasarnya berkaitan dengan jumlah energi pantulan yang dihasilkan oleh permukaan dalam ruangan, yang pada akhirnya mempengaruhi seberapa lama suara bertahan di dalam ruangan tersebut. Jumlah energi pantulan yang berlebihan ini akan berinteraksi dengan suara langsung dari guru yang datang ke telinga murid. Jika suara pantulan lebih dominan dari suara langsung, maka tingkat kejelasan suara ucapan akan menurun. Untuk mengatasi suara pantulan yang berlebihan ini, atau dengan kata lain menurunkan waktu dengung ruang kelas, dapat digunakan material penyerap suara, tentunya yang terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan respirasi murid dan guru. Waktu dengung yang disarankan untuk ruangan kelas adalah 0.45 – 1 detik tergantung dari volume ruangannya.

Selain Waktu Dengung ruang, Rasio Suara terhadap bising (Signal to Noise Ratio, SNR) adalah faktor akustik yang sangat mempengaruhi tingkat kejelasan suara ucapan di dalam ruangan kelas. Faktor ini terkait dengan seberapa besar energi suara ucap yang harus dihasilkan seorang guru dibandingkan dengan tingkat bising yang ada di dalam kelas. Suara guru berperan sebagai singal dan bising latar belakang (dan waktu dengung) memberikan kontribusi pada Noise Level. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat energi suara yang dihasilkan guru disarankan 15 dB diatas tingkat bising di ruang kelas (Untuk dapat memahami percakapan secara komprehensif, anak-anak memerlukan guru berbicara  9 dB lebih keras dibandingkan orang dewasa). Apabila hal tersebut dapat dicapai, maka proses belajar mengajar akan berlangsung dengan komprehensif karena murid dapat memahami dengan baik apa yang disampaikan oleh guru mereka.

Hal lain yang perlu dicatat adalah, otak manusia baru berkembang sempurna pada saat usia mencapai 15 tahun. Hal ini juga mempengaruhi kemampuan mendengar manusia, karena sistem auditory nerve terkait dengan perkembangan otak. Oleh karena itu, kondisi lingkungan mendengar di ruangan belajar (ruang kelas) untuk  anak-anak ( < 15 tahun) menjadi lebih kritis dibandingkan dengan orang dewasa (>15 tahun). Sebagai konsekuensi logis dari kondisi ini, pertimbangan akustik pada perancangan ruang kelas untuk anak-anak (TK, SD dan SMP) menjadi lebih perlu diperhatikan dibandingkan dengan ruang kelas untuk remaja-dewasa (SMA dan Perguruan Tinggi).

Note: disarikan dari website http://www.classroomhearing.org/summary.html

Sinopsis Penelitian tahun 2014 : Akustika Ruang Kelas di Universitas

Ruang kelas yang ideal semestinya memiliki performansi akustik yang baik untuk berkomunikasi dimana aktifitas wicara (speech) merupakan aktifitas akustik utama yang terjadi. Kondisi akustik ruang kelas yang ideal sampai saat ini masih mengacu pada standard yang sudah lama dipakai yakni ANSI S12.60-2002 American National Standard Acoustical Performance Criteria, Design Requirements, and Guidelines for Schools.

 

Fokus dalam penelitian lanjutan yang diusulkan adalah melihat secara detail pengaruh pemasangan Absorber-Diffusor (Abfusor) pada akustika ruang kelas dan auditorium, terutama terkait dengan upaya menghasilkan kualitas pendengaran yang sama di seluruh posisi duduk dalam ruangan tersebut(tingkat difusivitas) sekaligusmengurangi kebisingan. Untuk memahami seberapa tingkat difusivitas yang dihasilkan maka, perlu dianalisa komponen refleksi awal dan refleksi akhir dari respon impulse ruang (RIR) yang diperoleh dari pengukuran di lapangan dan simulasi.

 

Dengan tingkat reverberasi tertentu, energi bunyi yang berhasil dipertahankan dan dihamburkan di komponen refleksi awal akan mengurangi efek comb-filtering pada sinyal uji, yakni mengurangi kemungkinan terjadi pantulan2 pendek (short echoes) dimana akan terdengar seperti suara gumaman yang berlebihan. Isi pembicaraan akan sulit dimengerti. Sementara itu, difusivitas yang terjadi pada komponen refleksi akhir akan menghasilkan sensasi pendengaran seolah-olah medan bunyi melingkupi pendengar dengan sempurna (envelopement sensation).

 

Eksperimen dilakukan di laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik, kelompok keahlian Teknik Fisika ITB dan di Laboratorium Akustik Teknik Fisika UGM.Untuk memahami pengaruh elemen arsitektural dalam ruang-ruang kelas diperlukan kemampuan simulasi komputer yang memodelkan beberapa variasi gubahan geometri ruang didasarkan pada kondisi eksisting dari studi kasus yang dipilih. Beberapa model ruang kelas dan auditorium dengan penerapan bahan absorpsi dan panel difusor telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Kondisi eksisting hanya dapat diketahui dengan menggunakan pengukuran lapangan guna menjamin keakurasian simulasi komputer. Karakterisasi dari kualitas pendengaran di dalam ruang-ruang uji tersebut memerlukan evaluasi subyektif terutama untuk mengetahui perubahan tingkat intensitas bunyi (kekerasan bunyi), kejelasan percakapan dan persepsi tingkat reverberasi (dengung) sebelum dan setelah abfusor diterapkan.Dengan metode yang terintegrasi ini, diharapkan hasil penelitian ini bisa langsung digunakan sebagai tolok ukur evaluasi dan perbaikan rancangan akustik di ruang kelas dan auditorium di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia.

Team Peneliti: Joko Sarwono, Sentagi S. Utami, Janivita Sudirham, Indra Sihar, plus Mahasiswa TF ITB dan TF UGM

Akustik Aula Timur ITB Pasca Restorasi

Telah dilakukan evaluasi akustik Aula Timur ITB pasca restorasi pada tanggal 18 Februari 2014. Perbedaan utama Aula ini dengan saudara kembarnya Aula Barat ITB adalah adanya dinding disisi utara, sehingga ruangan utama cenderung lebih kecil. Pengukuran dilakukan dengan metode Impulse Response untuk mendapatkan parameter objektif akustik monoaural (dengan sensor 1 microphone), yang mengacu pada ISO 3382-1. Pengukuran parameter binaural (dual microphones atau Dummy Head system) belum dilakukan.

at0

Hasil Pengukuran Akustik yang dilakukan tim Laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik Teknik Fisika ITB menunjukkan bahwa Noise Criteria (NC) Aula Timur berada pada level 33 (jauh lebih rendah daripada Aula Barat) dengan dominasi sumber noise berasal dari aktifitas di sekitar Aula Timur. Berbeda dengan kondisi di Aula Barat, di sekitar Aula Timur tidak terlalu banyak kendaraan yang lalu lalang. Kondisi bising hasil pengukuran ini masih melebihi level yang disarankan yang seharusnya berada < 30 bila diinginkan kegiatan di dalam Aula recordable (direkam live atau broadcast), tetapi sudah masuk level yang disarankan (NC 30-35) yaitu apabila penggunaan Aula tidak melibatkan aktifitas recording.

at1

Secara umum, waktu dengung ruang Aula Timur pasca restorasi pada kondisi kosong adalah diantara 1,5 – 2 detik pada frekuensi 125 – 500 Hz, dan 2 – 2,5 detik pada daerah frekuensi antara 500 – 4000 Hz. Bila Aula terisi penuh, diharapkan akan turun di sekitar 1,5 detik. Lebih panjangnya dengung di frekuensi tinggi terutama disebabkan oleh adanya flutter echoe akibat dinding utara (lebih terasa dibandingkan dengan Aula Barat. Kondisi ini cukup baik bila digunakan untuk performansi musik orkestra atau musik kamar (quintet, quartet, recital piano, dsb), akan tetapi terlalu panjang apabila digunakan untuk aktifitas percakapan (kuliah umum, seminar, pidato, dsb). Apabila tidak bisa dihindari penggunaan Sound System, sebaiknya digunakan Loudspeaker dengan tipe terdistribusi dibandingkan dengan central cluster. Posisi Pemasangan Loudspeaker sebaiknya mengarah pada area audiens, dari posisi lebih tinggi dari kepala orang berdiri. Pemakaian subwoofer sebaiknya dihindari atau dibatasi.

at2

Kejernihan suara ucap yang diukur dengan besaran D50 menunjukkan, kondisi Aula pasca restorasi dalam keadaan kosong , juga lebih buruk dari Aula Barat, yaitu berada pada level rata-rata diantara 30-40% (yang disyaratkan adalah > 50%). Penyebab utama adalah dengung yang panjang di frekuensi tinggi dan adanya flutter echoes. Kondisi ini menyebabkan  Sistem Tata Suara HARUS digunakan apabila Aula digunakan untuk aktifitas Speech (Percakapan) (untuk menambahkan energi suara langsung yang dirasakan oleh pendengar dan pembicara), dengan sistem Tata Suara yang disarankan adalah type terdistribusi. (ukuran Loudspeaker Medium atau Kecil). Aiming dan posisi penempatan Loudspeaker menjadi faktor yang krusial.

at3

Kejernihan suara musik yang ditunjukkan oleh besaran C80 hasil pengukuran berada di range -4 – 2 dB (125-4000 Hz). Range harga C80 ini menunjukkan bahwa Aula Timur pasca Restorasi sangat baik digunakan untuk performance musik TANPA sound system. Disarankan pertunjukkan full orkestra atau recital (piano, kuartet string atau kuartet tiup) dilakukan tanpa sistem tata suara elektronik, dengan pengaturan panggung sebaiknya mengarah ke arah sisi lebar, BUKAN sisi panjang untuk menghindari problem flutter echoes. Penambahan reflektor tidak permanen (movable reflector system) pada bagian atas atau kanan kiri panggung sangat disarankan. Performansi musik traditional Indonesia seperti angklung, gamelan, kecapi suling perlu dicoba dilakukan di Aula ini, TANPA sound system.

at5

Sebagai sebuah bangunan cagar budaya, perbaikan kinerja akustik Aula Timur (dan juga Aula Barat) secara pasif (mengganti karakter permukaan interior) tidak dapat dilakukan dengan perlakuan yang umumnya diaplikasikan pada ruangan yang memiliki masalah akustik, misalnya menambahkan begitu saja bahan penyerap suara untuk menurunkan waktu dengung atau mengganti karakteristik permukaan dalam ruang dengan bahan lain atau mengubah bentuk geometri permukaan ruang. Perbaikan kinerja akustik harus dilakukan dengan tetap menjaga keaslian material secara keseluruhan. Beberapa peluang peningkatan kinerja yang mungkin dilakukan misalnya dengan melapisi beberapa permukaan sejajar dengan material penyerap suara dari bahan transparan atau Micro Perforated Panel transparan, atau bisa juga menggunakan bahan-bahan akustik yang diaplikasikan tidak permanen yang disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilakukan di dalam ruang Aula (movable partition system).

Bahan Kedap Suara vs Bahan Penyerap Suara

Salah satu keywords yang sering digunakan oleh internet user dan membawa mereka mampir ke Blog saya adalah Bahan Penyerap Suara dan Bahan Kedap Suara.  Dalam bahasa sehari hari tampaknya kedua istilah tersebut mewakili istilah yang sama, yaitu material yang digunakan untuk membuat ruangan menjadi sunyi. Sedangkan dalam istilah akustik, kedua istilah menunjukkan fungsi yang berbeda.

Bahan kedap suara atau Sound Proofing Material secara fungsional digunakan untuk menghalangi energi suara keluar ruangan atau masuk ke ruangan. Bahan ini diperlukan untuk ruangan-ruangan yang fungsinya tidak boleh diganggu oleh bising dari luar ruangan (misalnya studio rekaman, studio TV, ruang konser, dsb) atau yang fungsinya menghasilkan suara dengan energi yang besar sehingga tidak diinginkan untuk mengganggu mereka yang berada di luar ruangan (ruang Home Theater, ruang Drum, dsb). Ciri utama bahan ini tentu saja tidak boleh menjadi penghantar energi suara (mekanik) yang baik atau dengan kata lain tidak mudah bergetar bila terpapar energi akustik (suara) atau mengubah energi suara tersebut menjadi energi bentuk lain saat melintasinya, atau dengan kata lain sesedikit mungkin meloloskan energi suara yang melewatinya. Kinerja bahan kedap suara ini akan dipengaruhi oleh frekuensi suara yang memaparinya, dalam artian sebuah bahan dengan ketebalan tertentu akan menjadi bahan kedap suara yang baik di frekuensi tinggi tetapi buruk pada frekuensi rendah, atau sebaliknya. Kalau dibayangkan sebagai sebuah ember, bahan kedap suara adalah ibarat dinding ember yang tidak memiliki kebocoran (air tetap tinggal di dalam ember). Penggunaan bahan ini adalah untuk kebutuhan orang yang berada dalam ruangan sekaligus yang berada di luar ruangan. Besaran akustik yang mewakili kinerja bahan ini adalah Rugi-rugi Transmisi atau Transmission Loss (TL, fungsi frekuensi) dan terkadang diwakili oleh besaran angka tunggal Sound Transmission Classs (STC), atau besaran lain yang sejenis misalnya Rw. Semakin tinggi STC, pada umumnya semakin baik bahan tersebut bekerja menahan energi suara (dengan catatan, spektrum TL nya perlu diperhatikan, karena STC hanya dihitung berdasarkan frekuensi 125 – 4000 Hz, sehingga tidak menunjukkan kinerja di luar range frekuensi tersebut).

Bahan penyerap suara atau Sound Absorbing Material berfungsi untuk mengambil energi suara yang berlebihan di dalam ruangan. Target utamanya adalah, energi pantulan dalam ruangan dikurangi sesuai dengan kebutuhan. Bahan ini digunakan apabila ruangan diinginkan untuk memiliki level waktu dengung sesuai dengan kebutuhan atau ruangan yang diinginkan untuk tidak memiliki energi pantulan yang besar (misalnya studio musik, ruang home theater, ruang bioskop, ruang kelas, ruang seminar, ruang rawat inap, kamar hotel, dsb). Ada berbagai tipe bahan ini, misalnya tipe bahan berpori (untuk suara dengan frekuensi menengah sampai tinggi), tipe panel (frekuensi menengah-rendah), tipe resonator (frekuensi rendah), tipe perforasi mikro (frekuensi tertentu). Penggunaan bahan ini semata untuk kebutuhan pengguna di dalam ruangan, agar mendapatkan medan suara sesuai dengan fungsi ruang (misalnya ruang biosk0p harus memiliki permukaan penyerap yang dominan karena diharapkan pengguna mendengarkan suara langsung saja dari loudspeaker terpasang, sedangkan ruang konser simphony memerlukan bahan penyerap sesedikit mungkin karena diharapkan energi suara dari panggung bertahan selama mungkin tanpa mengurangi intelligibilitynya).  Besaran yang digunakan untuk menunjukkan kinerja bahan ini adalah koefisien absorbsi (alpha), yang memiliki nilai 0- 1, 0 menunjukkan tidak ada energi suara yang diambil oleh bahan, sedangkan 1 menunjukkan seluruh energi suara yang datang ke permukaan bahan akan diambil seluruhnya dan tidak dikembalikan ke ruangan. Bahan yang ada di pasaran memiliki alpha antara 0 dan 1 (fungsi frekuensi tentu saja). Bahan penyerap suara tidak mungkin berdiri sendiri sebagai bahan kedap suara, tetapi bisa dikombinasikan dengan bahan kedap suara untuk meningkatkan kinerja kedap suara, yaitu dalam sistem material multi lapisan (sandwich panel), misalnya double gypsum-double gypsum bisa ditingkatkan kinerja kedapnya dengan menyisipkan rockwool diantara kedua lapisan sehingga menjadi double gypsum-rockwool-rongga udara-double gypsum.

Jadi, kedua jenis bahan akustik tersebut dalam tataran praktisnya digunakan secara bersama-sama, sesuai dengan fungsinya masing-masing, untuk membentuk ruang akustik dengan berbagai fungsinya. contoh: Untuk ruang studio diperlukan sejumlah besar permukaan penyerap suara, sekaligus selubung kedap suara, ruang konser memerlukan sedikit bahan penyerap suara tetapi memerlukan  selubung kedap suara yang sangat baik.

note: perlu diingat bahwa dalam sebuah ruangan, kinerja kedap tidak hanya dibebankan kepada salah satu komponen penyusun ruang saja, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh penyusun ruangan (dinding, langit-langit dan lantai) karena suara bisa merambat lewat seluruh komponen penyusun ruang tersebut. Suara bisa bocor lewat dinding, lantai maupun langit-langit. Ingat, sekecil apapun lubang pada ember, akan menyebabkan air keluar dari ember tersebut alias bocor.

Akustik Aula Barat ITB Pasca Restorasi

Hasil Pengukuran Akustik yang dilakukan tim Laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik Teknik Fisika ITB menunjukkan bahwa Noise Criteria (NC) Aula Barat berada pada level 40-45 dengan dominasi sumber noise berasal dari kendaraan bermotor yang lewat di sekitar Aula Barat. Kondisi ini melebihi level yang disarankan yang seharusnya berada < 30 bila diinginkan kegiatan di dalam Aula recordable, dan NC 30-35 bila tidak melibatkan aktifitas recording. Pada pemakaian Aula, khususnya untuk acara yang melibatkan percakapan, sebaiknya area luar di sisi selatan dibebaskan dari aktifitas, khususnya pergerakan kendaraan bermotor.

SONY DSC

Secara umum, waktu dengung ruang Aula Barat pasca restorasi adalah flat (125-4000 Hz) di sekitar 2 detik pada kondisi kosong. Bila Aula terisi penuh, diharapkan akan turun di sekitar 1,4 detik. Kondisi ini cukup baik bila digunakan untuk performansi musik orkestra atau musik kamar (quintet, quartet, recital piano, dsb), akan tetapi terlalu panjang apabila digunakan untuk aktifitas percakapan (kuliah umum, seminar, pidato, dsb). Apabila penggunaan sistem Tata Suara tidak terhindarkan, tipe Loudspeaker sebaiknya menggunakan jenis terdistribusi dibandingkan dengan central cluster. Posisi Pemasangan Loudspeaker sebaiknya mengarah pada area audiens, dari posisi lebih tinggi dari kepala orang berdiri. Pemakaian subwoofer sebaiknya dihindari atau dibatasi.

SONY DSC

Kejernihan suara ucap yang diukur dengan besaran D50 menunjukkan, kondisi Aula pasca restorasi dalam keadaan kosong berada pada level rata-rata diantara 40-50% (yang disyaratkan adalah > 50%). Kondisi ini menyebabkan Sistem Tata Suara HARUS digunakan apabila Aula digunakan untuk aktifitas Speech (Percakapan), dengan sistem Tata Suara yang disarankan adalah type terdistribusi. (ukuran Loudspeaker Medium atau Kecil). Aiming dan penempatan Loudspeaker menjadi faktor yang krusial.

SONY DSC

Kejernihan suara musik yang ditunjukkan oleh besaran C80 hasil pengukuran berada di range -2 – 2 dB (125-4000 Hz). Harga ini menunjukkan bahwa Aula Barat pasca Restorasi sangat baik digunakan untuk performance musik TANPA sound system. Disarankan pertunjukkan full orkestra atau recital (piano, kuartet string atau kuartet tiup) dilakukan tanpa sistem tata suara elektronik, dengan pengaturan panggung mengarah ke arah sisi panjang atau sisi lebar. Penambahan reflektor non permanen pada bagian atas atau kanan kiri panggung sangat disarankan.

Sebuah Percakapan terkait Bising Lingkungan Sekolah

A: Is this really happened in our education that our students are taught in classes where they hear without listening, talk without speaking, and know without understanding?

B: to NOT just hear, the students need at least a GOOD listening environment … I’m afraid that MOST of our class rooms are NOT that GOOD enough …, a good listening field will lead to good speaking field and better understanding ….

A: betul itu…basic need berupa sarana dan prasarananya saja belum bisa kita sediakan yah…masih jauh…di lain pihak itu tidak terpikirkan, dianggap sudah ada, given gitu, dan kita dengan kondisi seperti itu harus mengejar indikator ‘angka’ latah lain yang lebih jauh

B: harus dingat betul oleh para pendidik, manusia baru bisa men separasi dengan baik (mean Understanding not just knowing) informasi dari noise pada saat berusia 13-15 tahun …. , karena itu lingkungan audial (terkait bising lingkungan or sumber selain suara guru) kelas-kelas untuk PG, TK dan SD sebenarnya sangat krusial untuk keberhasilan proses pembelajaran ….

B: Rasio Sinyal to Noise yang baik untuk tersampaikannya informasi secara utuh adalah at least 15 dB, semakin tinggi level noise, semakin guru harus raise their Voice level…. akibatknya: cepat capek, cepat stress, cepat marah, dsb…

A: Boleh tuh pak dibuatkan model standard minimalnya untuk kelas. Ini merupakan bagian dari ‘green’ building concept ya…15 dB mah rendah sekali ya pak, material dinding bangunan seperti apa yang bisa pak, tanpa memerlukan bahan kedap suara lagi?

B: maksud nya selisih nya Mas, jd kalau bising latar belakang 50-60 dB, level voice dari guru harus 65 – 75 dB (ini suara orang berbicara lantang), kalau bising latar belakang sudah 60-70 dB (suara lalu lintas), maka level suara guru harus 75-85 dB (mean ber teriak)

A: Okeh…understood kalau begitu..he..he..saya pernah rapat di suatu ruangan dan saya ukur pake hape kebisingan ruangan itu karena AC sentral, dan ternyata sekitar 60dB tuh…he..he.. jadi peserta rapatnya kayak marah-marah…he..he.. Saya paling capek kalau habis ngajar sore hari dan gerimis…he..he.. apalagi kelasnya itu besar. Kayaknya data Bapak ini bisa saya sampaikan di kelas kalau saya minta anak-anak tidak bergemuruh saat saya ngajar…he..he..

B: salah satu penyebab ketidak berhasilan proses pendidikan dan pembelajaran formal di Indonesia adalah ketidak mampuan sarana pendidikan dan pembelajaran untuk mencipatakan kondisi atau state LISTENING …. kondisi atau state yang tercapai hanyalah HEARING …. …. selamat menempuh UN untuk anak anakku tingkat SD, semoga anda semua di sekolah sudah dibekali lewat suatu proses interaksi Listening yang baik, tidak sekedar mekanistik hearing , karena di usia-usia kalian lah BISING lingkungan memiliki pengaruh paling besar untuk mendukung proses memahami (LISTENING)

C: Secara UMUM, dari pengalaman lapangan saya selama ini, penyebab ‘EXCESIVE NOISE’ di SEKOLAH2 di Indonesia ini berasal dari ‘TRAFFIC NOISE’, sementara dari sisi ‘Community Noise’nya tidak begitu dominan, Pak. Solusi yang lebih mudah dan aplikatif adalah dengan KEBIJAKAN Pemerintah untuk menerapkan UU Lalu lintas secara KETAT dan TEGAS, dengan MELARANG pemakaian KNALPOT kendaraan yang NON-STANDARD pabrik-nya, dimana KNALPOT STANDARD pabrik sudah mengalami UJI BISING sebelum produk kendaraan dipasarkan. Yang lebih sulit adalah menerapkan Standard Bangunan Sekolah yg juga menempatkan standard noise sebagai salah satu OBJEKTIF-nya.. !

Micro Perforated Panel

Micro Perforated Panel (MPP) adalah sebuah elemen penyerap energi suara jenis baru. Fungsi utamanya adalah menyerap energi suara yang datang ke permukaannya. Elemen akustik ini merupakan alternatif elemen penyerap suara yang terbuat dari material berpori. MPP berbentuk lembaran tipis yang memiliki lubang-lubang kecil di permukaannya. Ketebalan plat tipis ini pada umumnya dalam range 0.5 – 2 mm, dengan luasan total lubang pada umumnya berkisar 0.5 – 2 % dari luas total plat, tergantung dari aplikasinya.
Dimensi lubang pada MPP tidak lebih dari 1 mm, dengan ukuran umum di range 0.05 – 0.5 mm, yang dibuat dengan proses microperforasi.

Fungsi utama suatu elemen penyerap (absorber) adalah untuk mengubah energi suara atau energi akustik menjadi energi kalor. Pada elemen penyerap tradisional, gelombang suara yang datang pada permukaan elemen dan berpenetrasi ke dalam pori sedemikian hingga menyebabkan osilasi pada partikel udara yang berada dalam pori. Osilasi partikel udara ini akan bergesekan dengan dinding-dinding pori sehingga energi akustik yang dikandungnya akan berkurang dan berubah menjadi kalor. Pada kasus MPP, penetrasi osilasi molekul udara ke dalam lubang-lubang plat akan mengakibatkan gesekan antara partikel atau molekul udara dengan permukaan MPP. Gesekan ini akan mengakibatkan berkurangnya energi akustik yang datang ke permukaan MPP tersebut.

Konsep MPP, yang merupakan pengembangan dari konsep perforated panel dan Helmholtz Resonator, pertama kali muncul pada tahun 1975, diperkenalkan oleh Prof Daa- You Maa. Pada saat ini MPP lebih disukai oleh para akustikawan karena secara estetik memiliki tampak visual yang lebih indah dibandingkan elemen penyerap suara berpori seperti glasswool, rockwool, foam dsb. MPP juga relatif tidak mengakibatkan gangguan kesehatan pernafasan (sebagaimana diakibatkan oleh glasswool yang berbahan serat kaca), lebih tahan api, dan berumur lebih panjang, serta lebih tahan pada lingkungan yang ekstrim (misalnya pada ruang mesin, generator, dsb). Kinerja akustik MPP dapat divariasikan dengan mengubah geometri dan bahan plat nya.

Formasi Elemen Akustik dalam Ruang

Formasi elemen akustik dalam sebuah ruangan akan menentukan kinerja akustik ruang tersebut sesuai dengan fungsi nya. Beberapa catatan berikut dapat digunakan sebagai acuan perancangan formasi penempatan elemen akustik pada ruang dengan fungsi tertentu.

Ruang Kelas: Fungsi utama akustik ruang kelas adalah untuk menciptakan komunikasi dua arah dari guru/dosen ke siswa/mahasiswa dan sebaliknya. Itu sebabnya, kriteria akustik yang diperlukan untuk ruang kelas akan sangat bervariasi bergantung pada level kegiatan pendidikannya. Ruang kelas untuk siswa Playgroup dan TK, akan berbeda dengan untuk SMA ataupun Universitas. Apabila proses pembelajaran lebih dominan dari arah guru/dosen maka formasi berikut dapat digunakan: Elemen Pemantul atau Penyebar pada dinding depan, samping serta langit-langit depan. Elemen penyerap atau penyebar pada dinding belakang serta langit-langit belakang. Lantai bisa keramik atau parket atau karpet.

Masjid: Fungsi utama akustik pada Masjid adalah memastikan suara dari arah Imam/Khotib, sampai dengan energi yang cukup dan intelligibility yang baik, serta envelopment yang cukup ke para jamaah. Formasi yang disarankan adalah Dinding depan elemen pemantul atau penyebar, dinding samping kombinasi pemantulan dan penyerap, dinding belakang penyerap atau penyebar, langit-langit penyerap bila menggunakan sound system atau kombinasi pemantul-penyebar bila tanpa sound system, lantai boleh karpet atau keras (keramik atau parket)

Ruang Auditorium: Fungsi Komunikasi akustik utama di auditorium adalah dari arah stage ke penonton, sehingga diperlukan formasi elemen akustik sebagai berikut: Dinding depan pemantul atau penyebar, Dinding samping kombinasi pemantul – penyerap atau penyebar – penyerap, Dinding Belakang penyerap atau penyebar, langit-langit penyebar atau penyerap, dengan elemen pemantul di area atas panggung, lantai bebas. Bila menggunakan sound system, harus diperhatikan type dan posisi, serta aiming sudut pemasangan.

Ruang Konser Akustik/Philharmonik: Energi suara di ruangan ini diharapkan bertahan selama mungkin dalam batas intelligibility musik yang dimainkan ke seluruh bagian ruangan, sehingga perlu dihindari pemakaian elemen penyerap (diminimalisasi), dan dimaksimalkan penggunaan pemantul dan penyebar pada seluruh bagian permukaan dalam ruangan.

Ruang Studio: Medan suara langsung sangat diperlukan dalam ruangan ini, dan medan suara pantulan diminimalisisr. Formasi elemen akustik yang disarankan adalah perbanyak penyerap di ruang kontrol (bisa dikombinasikan dengan penyebar) dan kombinasi penyerap-penyebar di ruang live.

Kamar Tidur, Living Room, Ruang rawat inap: Kondisi hening sangat diperlukan untuk ruangan-ruangan ini, sehingga diperlukan kombinasi 3 elemen sesuai kondisi bising dan kenyamanan individu.

Ruang rapat: Komponen utama yang diperlukan dalam ruangan ini adalah intelligibility, sehingga disarankan dinding kombinasi penyerap-penyebar, langit-langit dan lantai berlawanan karakteristik (bila lantai penyerap, langit-langit pemantul atau penyebar, dan sebaliknya)

Ruang Bioskop: Medan suara pantul sangat diminimalkan dalam ruangan ini, penonton diminta untuk mendengarkan medan suara langsung dari sistem tata suara terpasang, sehingga mayoritas permukaan ruangan dilapisi elemen penyerap.

Gelanggang Olah Raga: lantai keras, langit-langit kombinasi penyerap-penyebar, dinding kombinasi pemantul-penyerap-penyebar (tergantung bentuk geometri nya)

Ruang Kantor tapak terbuka: Kombinasi privasi dan intelligibility diperlukan dalam ruangan ini, dinding bebas, langit-langit penyerap, lantai bebas. Kunci utama adalah pembagian zona privasi dan intelligibility secara akustik.

Mengendalikan Medan Suara dalam Ruangan

Secara garis besar, permasalahan akustik dalam ruangan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pengendalian medan suara dalam ruangan (sound field control) dan pengendalian intrusi suara dari/ke ruangan (noise control). Pengendalian medan suara dalam ruang akan sangat tergantung pada fungsi utama ruangan tersebut. Ruang yang digunakan untuk fungsi percakapan saja, akan berbeda dengan ruang yang digunakan untuk mengakomodasi aktifitas terkait musik, serta akan berbeda pula dengan ruang yang digunakan untuk kegiatan yang melibatkan percakapan dan musik.
Pengendalian medan suara dalam ruang (tertutup), pada dasarnya dilakukan untuk mengatur karakteristik pemantulan gelombang suara yang dihasilkan oleh permukaan dalam ruang, baik itu dari dinding, langit-langit, maupun lantai. Ada 3 elemen utama yang dapat digunakan untuk mengatur karakteristik pemantulan ini yaitu:

1. Elemen Pemantul (Reflector)

Elemen ini pada umumnya digunakan apabila ruang memerlukan pemantulan gelombang suara pada arah tertentu. Ciri utama elemen ini adalah secara fisik permukaannya keras dan arah pemantulannya spekular (mengikuti kaidah hukum Snellius: sudut pantul sama dengan sudut datang).

2. Elemen Penyerap (Absorber)

Elemen ini digunakan apabila ada keinginan untuk mengurangi energi suara di dalam ruangan, atau dengan kata lain apabila tidak diinginkan adanya energi suara yang dikembalikan ke ruang secara berlebihan. Efek penggunaan elemen ini adalah berkurangnya Waktu Dengung ruang (reverberation time). Ciri utama elemen ini adalah secara fisik permukaannya lunak/berpori atau keras tetapi memiliki bukaan (lubang) yang menghubungkan udara dalam ruang dengan material lunak/berpori dibalik bukaannya, dan mengambil banyak energi gelombang suara yang datang ke permukaannya. Khusus untuk frekuensi rendah, elemen ini dapat berupa pelat tipis dengan ruang udara atau bahan lunak dibelakangnya.

3. Elemen Penyebar (Diffusor)

Elemen ini diperlukan apabila tidak diinginkan adanya pemantulan spekular atau bila diinginkan energi yang datang ke permukaan disebarkan secara merata atau acak atau dengan pola tertentu, dalam level di masing-masing arah yang lebih kecil dari pantulan spekularnya. Ciri utama elemen ini adalah permukaannya yang secara akustik tidak rata. Ketidakrataan ini secara fisik dapat berupa permukaan yang tidak rata (beda kedalaman, kekasaran acak, dsb) maupun permukaan yang secara fisik rata tetapi tersusun dari karakter permukaan yang berbeda beda (dalam formasi teratur ataupun acak). Energi gelombang suara yang datang ke permukaan ini akan dipantulkan secara no spekular dan menyebar (level energi terbagi ke berbagai arah). Elemen ini juga memiliki karakteristik penyerapan.

Pada ruang (akustik) riil, 3 elemen tersebut pada umumnya dijumpai. Komposisi luasan per elemen pada permukaan dalam ruang akan menentukan kondisi medan suara ruang tersebut. Bila Elemen pemantulan menutup 100 % permukaan, ruang tersebut disebut ruang dengung (karena seluruh energi suara dipantulkan kembali ke dalam ruangan). Medan suara yang terjadi adalah medan suara dengung. Sebaliknya, apabila seluruh permukaan dalam tertutup oleh elemen penyerap, ruang tersebut menjadi ruang tanpa pantulan (anechoic), karena sebagian besar energi suara yang datang ke permukaan diserap oleh elemen ini. Medan suara yang terjadi disebut medan suara langsung. Medan suara ruang selain kedua ruang itu dapat diciptakan dengan mengatur luasan setiap elemen, sesuai dengan fungsi ruang.

Untuk pemakaian pengendalian medan suara dalam ruang yang lebih detail, sebuah elemen bisa dirancang sekaligus memiliki fungsi gabungan 2 atau 3 elemen tersebut. Misalnya gabungan Penyerap dan Penyebar dikenal dengan elemen Abfussor atau Diffsorbor, gabungan antara pemantul dan penyebar, dsb. Pola pemantulan 3 elemen tersebut merupakan fungsi dari frekuensi gelombang suara yang datang kepadanya.

Sound System vs Akustik Ruang

Pertanyaan yang sering saya jumpai dalam pekerjaan konsultansi kenyamanan mendengar di dalam suatu space (ruang tertutup maupun terbuka) adalah, “Mana yang lebih Penting: Sound System atau Akustika Ruangan?”. Pertanyaan ini mirip-mirip dengan anekdot: “mana yang lebih dulu: ayam atau telur?”.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, biasanya saya mulai dari definisi akustik sendiri. Sebuah sistem Akustik harus memiliki 3 komponen, yaitu Sumber Suara, Medium Penghantar Energi dan Penerima Suara. Apabila salah satu dari 3 hal tersebut tidak ada, maka sistem tidak bisa disebut sebagai sistem akustik. Misalnya saja, didalam sebuah ruangan yang dirancang sedemikian hingga seluruh permukaannya berfungsi secara akustik, tidak akan menjadi ruang akustik apabila tidak ada sumber suara yang dimainkan dalam ruangan tersebut atau tidak ada penonton atau sensor penerima energi suara (microphone-red) yang berada didalam ruangan tersebut. Jadi ke 3 komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kembali ke pertanyaan awal, lantas mana yang lebih penting kalau begitu?
Akustika Ruang merupakan kondisi audial yang nilainya ditentukan oleh fungsi ruangan atau space itu sendiri. Misalnya, sebuah ruangan kelas memerlukan kondisi akustik ruang yang berbeda dengan ruangan konser musik klasik atau musik pop/rock. Perbedaan berdasarkan fungsi itu, kondisi akustik diimplementasikan dalam bentuk: geometri ruangan dan material penyusun permukaan ruangan. Geometri dan material ruangan inilah yang kemudian akan berinteraksi dengan sumber suara yang dimainkan dalam ruangan tersebut, yang pada akhirnya diterima oleh pendengar yang ada dalam ruangan, bisa orang yang memiliki telinga (live listening) ataupun microphone sebagai simulator telinga (recording). Interaksi ketiga komponen akustik ini ditunjukkan dengan sebuah fenomena yang disebut sebagai transmisi, absorpsi, refleksi (termasuk diffusi) dan difraksi gelombang suara yang dihasilkan sumber suara.

Dari fenomena akustik tersebut muncullah istilah-istilah seperti level suara (SPL), waktu dengung (RT), intelligibility (D50), Clarity (C80), spaciousness (IACC, LF, ASW, dsb). Nilai-nilai parameter itulah yang kemudian dikenal sebagai Kondisi Akustik Ruang, yang kembali ditegaskan merupakan kondisi mendengar SESUAI dengan fungsi ruangan. Sumber suara yang terlibat disini bisa berupa suara natural dari sumber suara apapun (percakapan manusia, alat musik, dsb) atau dari komponen Sound System yang kita kenal dengan nama Loudspeaker.

Sound System disisi lain, pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang pada awalnya dirancang untuk mengatasi KURANG nya energi suara yang sampai ke pendengar karena besarnya volume space atau jauhnya jarak pendengar dari sumber. Itu sebabnya mengapa disebut sebagai Sound Reinforcement System sebagai nama dasarnya, dan disingkat sebagai Sound System. Pada saat sebuah sound system diaplikasikan di dalam ruangan atau space, dia berfungsi untuk meningkatkan energi suara yang dihasilkan oleh sumber suara natural dan mendistribusikan energinya kepada seluruh pendengar di dalam space atau ruangan tersebut.
Faktor pendengar di dalam ruangan atau space menjadi kunci dalam menjawab pertanyaan awal.

Telinga manusia yang berada dalam ruangan atau space akan menerima 2 komponen akustik dari sumber suara, yaitu suara langsung (energi suara yang menempuh jalur langsung dari sumber ke telinga) serta suara pantulan (energi suara yang sampai telinga setelah menumbuk satu atau lebih permukaan di dalam ruangan). Interaksi 2 komponen ini yang akan menentukan nyaman tidaknya kondisi mendengar di telinga pendengar tadi. Bila suara langsung dan suara pantulan bercampur dengan baik (misalnya tidak ada delay yang berlebihan), maka pendengar akan nyaman merasakan medan akustik di sekitar telinganya. Desain permukaan ruangan yang menghasilkan pola pemantulan yang berinteraksi positif dengan suara langsung dari sumber menjadi sisi krusial dalam desain Akustik Ruang. Suara pantulan ini tidak boleh lebih dominan dari suara langsung. Itu sebabnya level energi suara dari sumber memegang peranan penting bagi pendengar.

Apabila level suara sumber memungkinkan untuk mencapai seluruh bagian ruangan (atau seluruh posisi pendengar) maka ruangan tersebut pada dasarnya TIDAK MEMERLUKAN Sound System, karena problemnya adalah bagaimana perancang ruangnya mendesain karakteristik pemantulan yang dihasilkan permukaan dalam ruangan untuk memperkaya suara langsung yang sampai ke telinga pendengar. Sedangkan bila level energi suara dari sumber tidak mungkin mengcover seluruh area pendengar, pada saat itulah diperlukan Sound System. Dalam kondisi ini, problemnya bergeser dari perancangan karakterisasi pantulan ruang menjadi perancangan posisi sumber suara non-natural.

Jadi, Sound System dan Akustik Ruangan sebenarnya adalah satu sistem yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pertanyaan awal tadi sebenarnya tidak perlu dijawab, karena keduanya memegang peranan penting dalam porsinya masing-masing. Sound System memerlukan Akustik Ruangan yang minimal baik untuk bekerja secara optimal, dan Akustik Ruangan memerlukan Sound System bila energi sumber suara natural tidak mencukupi levelnya. Dan satu hal yang perlu diingat adalah Sound System tidak boleh mengubah karakter sumber suara yang dia layani, karena fungsinya adalah menjaga kualitas suara sumber supaya tetap terdengar baik di telinga pendengar. Bagaimana kalau suara sumbernya tidak layak didengar? Kalau itu yang terjadi, persoalannya bukan lagi masalah akustik, tetapi masalah sumber suara saja. :)

Sebagai ilustrasi penutup, mengapa seluruh permukaan didalam bioskop bersifat menyerap energi suara (pantulan minimum)? Karena pendengar yang masuk ke dalam ruangan tersebut memang diminta untuk mendengarkan suara “langsung” yang dihasilkan oleh Sound Systemnya, sembari menikmati tayangan visual tentunya. Mana yang lebih penting Sound System nya atau Akustika Ruangannya? Ya keduanya penting, karena kalau Sound Systemnya buruk, penonton (pendengar) akan merasa tidak nyaman secara audial. Sebaliknya, bila kondisi akustik ruangan buruk (misalnya ada pantulan berlebihan atau ada kebocoran suara dari luar), maka kondisi mendengar medan suara yang dihasilkan oleh Sound System akan terganggu.