1. Apa yang dimaksud dengan koefisien serap atau pantul dan bagaimana orang dahulu menentukan tingkat koefisien ini (mungkin dengan alat atau apa begitu?)
JS: Setiap permukaan yang didatangi oleh gelombang suara akan memantulkan, menyerap dan meneruskan energi suara yang datang. Perbedaan besarnya porsi energi suara yang dipantulkan dan yang diserap terhadap energi suara yang datang akan menentukan sifat material tersebut. Apabila porsi yang dipantulkan lebih banyak daripada yang diserap, maka material akan disebut sebagai pemantul (reflector), dan sebaliknya apabila porsi yang diserap lebih banyak, maka material cenderung akan disebut sebagai material penyerap suara. Porsi energi inilah yang kemudian digunakan sebagai cara untuk menyatakan koefisien serap (absorption coefficient). Koefisien serap per definisi adalah perbandingan energi suara yang diserap oleh material terhadap energi suara yang datang padanya. Bila harga koefisien ini besar (katakan lebih dari 0.2), maka material akan disebut sebagai bahan penyerap suara. Sebaliknya bila koefisien ini kecil (kurang dr 0.2), maka akan disebut bahan pemantul.
Cara pengukuran koefisien serap (absorption coefficient) ada beberapa macam. Yang paling sederhana adalah menggunakan apa yang disebut Tabung Impedansi. Pada cara ini, bahan diletakkan di salah satu ujung tabung, dan sumber suara di ujung yang lain. Dua microphone yang diletakkan diantaranya (dalam konfigurasi 1 garis atau berhadapan) kemudian digunakan untuk mengukur perbedaan impedansi akustik medan suara yang dihasilkan. Dari perbedaan itu kemudian diturunkan harga koefisien serap bahan. Koefisien serap yang diukur dalam hal ini adalah koefisien serap arah tegak lurus bahan. Biasanya cara tersebut digunakan untuk mengukur harga koefisien serap dari material-material baru.
Cara kedua adalah menggunakan pengukuran perbedaan waktu dengung (reverberation time, RT) di dalam ruang dengung (reverberation chamber). Ruang dengung adalah ruang Lab khusus yang seluruh permukaannya bersifat sangat reflektif dan diffuse, serta tidak ada satupun permukaannya yang sejajar, untuk menciptakan medan diffuse pada seluruh titik dalam ruang. Dalam cara ini, dilakukan 2 kali pengukuran RT: dalam kondisi ruang dengung kosong dan setelah bahan yang diukur dipasangkan pada salah satu permukaan ruang dengung (biasanya di lantai). Dari perbedaan RT ini kemudian dihitung harga koefisien serap (koefisien absorpsi). Koefisien yang terukur tentu saja bukan hanya arah tegak lurus, tetapi arah datang suara secara keseluruhan (random). Harga koefisien serap yang diukur dengan cara inilah yang biasanya digunakan sebagai standard koefisien absorbsi bahan akustik. Cara lain yang juga digunakan adalah dengan mengukur kecepatan akustik pada permukaan bahan dengan menggunakan metode pengukuran Intensitas (2 microphone berhadapan) atau dengan bantuan Sinar Laser.
Harga Koefisien serap (absorpsi) tentu saja merupakan fungsi frekuensi. Penyerapan pada frekuensi tinggi lebih banyak ditentukan oleh pori-pori (bukaan) pada bahan, sedangkan pada frekuensi rendah ditentukan oleh rapat massa (densitas) bahan.
2. Bagaimana peran tingkat pantul ini dalam pemilihan material akustik untuk ruang besar atau kecil (didalam rumah, untuk fungsi home theater atau ruang musik).
JS: Peran porsi pemantulan (juga penyerapan) dalam ruang tentu saja akan sangat bergantung pada fungsi ruangan itu secara akustik. Jika porsi pemantulan lebih banyak maka tentu saja jumlah pemantulan akan lebih banyak dan energi suara akan lebih lama terdengar dalam ruang, sebaliknya jika porsi penyerapan dalam ruang lebih banyak, maka pemantulan lebih sedikit dan energi suara lebih cepat hilang (tidak terdengar). Kondisi ekstrem untuk tingkat pantulan adalah ruang dengung, sedangkan kondisi ekstrem untuk tingkat penyerapan adalah ruang anti dengung (an echoic chamber). Ruang-ruang di dunia terletak diantara kedua ekstrem tersebut. Dengan memperhatikan ini, maka dalam penentuan porsi penyerapan dan pemantulan dalam ruangan tentunya harus memperhatikan ruang tersebut akan difungsikan untuk apa.
Pada ruang besar, apabila tidak diinginkan ada amplifikasi electronik (seperti pada ruang konser symphoni) maka sebisa mungkin dihindari pemakaian bahan penyerap, karena memang diinginkan energi suara terdengar cukup lama di dalam ruangan tersebut. Sedangkan apabila ruangan memang lebih ingin menonjolkan suara dari sistem tata suara (sound system) atau amplifikasi electronic, maka tentu saja harus digunakan sebanyak mungkin bahan penyerap.
Pada ruang kecil, secara prinsip sama dengan ruang besar. Pada kasus home theater, karena medan suara yang dihasilkan sebenarnya sudah terintegrasi dalam sistem tata suara, maka sebenarnya semakn banyak bahan penyerap akan semakin baik. Akan tetapi, secara psikologis, orang tidak akan nyaman jika berada di dalam ruangan yang terlalu besar porsi penyerapannya (mati, atau death room), terutama dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu biasanya digunakan kombinasi penyerapan dan pemantulan, dan terkadang mengaplikasikan bahan diffusor untuk menjaga porsi penyerapan dan pemantulan yang tidak terlalu besar.
Pada intinya, bila memang diinginkan untuk mendengarkan murni dari sistem tata suara yang terpasang saja (contohnya pada ruang kontrol studio) maka gunakan porsi penyerap suara sebanyak mungkin, tetapi bila diinginkan ada interaksi dari ruangan, dengan demikian jumlah komponen tata suara bisa minimal, maka gunakan kombinasi dari pemantul dan penyerap dalam ruangan. Sekedar mengingatkan, sistem 5,1, 7.1 dsb sebenarnya digunakan untuk mensimulasikan medan suara (pantulan dari samping, belakang, reverb dsb) yang kita inginkan. Kalo kita bisa membuat ruangan sedemikian rupa sehingga pendengar bisa mendapatkan envelopment yang cukup, maka sumber suara di depan (stereo) saja barangkali menjadi cukup.
3. Bagaimana penggunaan bahan yang serapnya atau pantulnya tinggi dan bagaimana yang sebaliknya. ?
JS: Sudah saya jawab diatas, tetapi pada umumnya bahan yang daya serapnya tinggi biasanya digunakan untuk mengendalikan ekses tingkat tekanan suara yang terlalu tinggi pada posisi dan frekuensi tertentu, sebaliknya bahan dengan koefisien pantul tinggi (bahan keras) digunakan bila diinginkan untuk memantulkan energi suara ke tempat yang jauh dari sumber, misalnya untuk reflector diatas panggung. Sekali lagi, penggunaan dan penempatannya akan sangat berganung pada fungsi ruang.
4. Dalam beberapa ruang misalnya, ruang audiotorium, atau ruang yang pernah bapak kerjakan, bagaimana bapak menentukan dari awal rencana, perletakkan material dengan tingkat akustik tertentu di tiap lokasi yang ada di ruang tsb (misalnya apakah di ceiling perlu diberi absorber yang sangat menyerap dll)
JS: Pertama saya akan menanyakan ke user, apakah akan digunakan sistem tata suara (sound system) tidak dalam ruangan. Bila tidak maka saya akan mengoptimalkan porsi pemantulan dan penyerapan dalam ruang. Sebisa mungkin, setiap titik pendengar dalam ruang mendapatkan porsi energi yang seimbang. Sehingga porsi pemantulan (either dari atas atau samping, tetapi BUKAN dari belakang) untuk daerah yang jauh dari sumber harus lebih besar dari yang dekat sumber suara. Baru dari sana saya akan memilih jenis permukaannya, apakah penyerap flat, atau grid atau resonator; apakah pemantul flat, curve atau diffusor, dsb. Bila digunakan sistem tata suara (either karena user meminta atau memang sesuai peruntukkannya ruang harus menggunakannya), maka saya lebih cenderung tetap mengoptimalkan porsi penyerapan dan pemantulan ruang, dan menggunakan jumlah dan daya loudspeaker se minimal mungkin. Layout sistem tata suara akan menjadi bagian terintegrasi dari sistem akustika ruangan.
5. Adakah rumus yang mengkaitkan tingkat serap material dengan kondisi ruang atau hal lain yang menyangkut ruang?
JS: Rumus pertama dan yang masih sering digunakan orang dalam penentuan porsi penyerapan adalah rumus Sabine, yang berbasis pada waktu dengung ruang global (RT60). Rumus ini menghubungkan antara Volume (V) dan Luas Permukaan (S) dalam ruangan serta rata-rata koefisien penyerapan (alpha_r) permukaan ruangan dengan waktu dengung, dimana RT = (konstanta x V/S.alpha_r). Rumus ini dapat digunakan sebagai acuan awal untuk menentukan porsi penyerapan (dan pemantulan) dalam ruang. Tetapi bila diinginkan lebih detail karakteristik mendengar untuk setiap titik pendengar, maka rumus tersebut menjadi tidak akurat lagi. Metode respon Impulse lah kemudian yang biasa diambil sebagai tools untuk menentukan karakteristik pada titik-titik tersebut.
Dengan perkembangan teknologi komputasi saat ini, maka sudah jamak kemudian desainer menggunakan tools modeling (komputer) untuk mendesain akustik ruangan. Sebagian besar software modeling dikembangkan berdasarkan metode ray tracing (menganggap berkas suara dari sumber sebagai cahaya, dan bahan interior ruangan sebagai cermin) dan metode Image (menggunakan sumber virtual). Digabungkan dengan metode Impulse Response (monoaural maupun binaural), maka software kemudian bisa memberikan simulasi kondisi mendengar di setiap titik dalam ruangan, sebelum ruangan dibangun. Konsepnya diberi nama Auralisasi.
6. Dalam sebuah ruang home theater atau musik, apa yang membedakan pemakaian material keduanya dalam hal tingkat serap/pantul material akustik?
JS: Sebagian sudah saya jawab di paragraf sebelumnya, perbedaan utamanya tentu saja ditentukan oleh user ingin mendengarkan musik/film dengan cara bagaimana. Apakah murni dari loudspeakernya atau memasukkan karakter akustik ruangannya juga. Bila yang pertama yang dipilih, ya gunakan porsi penyerapan sebanyak mungkin karena yang ingin didengarkan adalah medan yang sudah disimulasikan oleh sistem. Apabila yang kedua yang diinginkan, maka optimalkan porsi akustika ruang, minimalkan layout sistem tata suaranya. Misalnya dengan menggunakan sistem stereo diinginkan mendapatkan enveloping medan suara yang cukup.
7. Bisakah memperkirakan dan membedakan tingkat redaman/pantulan material secara kasat mata tanpa(hanya dilihat dan dipegang materialnya) dari beberapa material yang berbeda?.
JS: Jawabannya bisa. Pada umumnya bahan penyerap suara bersifat lunak, berserat dan banyak memiliki bukaan micro (pori), sedangkan bahan pemantul biasanya keras dan tertutup porinya. Contoh bahan penyerap: korden tebal, rockwool, cellulose fibre, kapuk, acoustic tile, spon, karpet dsb. Contoh bahan pemantul: beton, GRC, Gypsum, bata plastered, dsb. Bahan penyerap juga bisa berupa sistem, misalnya Grid Absorber. Bila dilihat dari luar yang tampak adalah bilah2 kayu yang disusun bercelah, tetapi dibaliknya ada Rockwool. Diffusor sendiri disamping memiliki sifat menyebarkan energi suara yang datang padanya, juga memiliki porsi penyerapan yang cukup besar karena bentuknya. Yang perlu diperhatikan adalah pada saat kita mendesain porsi penyerapan dan pemantulan, maka medan suara yang kita kendalikan adalah yang berada dalam ruangan. Energi suara yang diserap bahan sebagian akan diubah menjadi energi panas akibat getaran dalam pori2 bahan, dan sebagian lagi akan diteruskan ke ruangan dibelakang bahan (diluar ruangan). Bila diinginkan suara dari dalam ruangan tidak ingin terdengar dari luar (dan sebaliknya suara dari luar tidak nyelonong masuk ruangan) maka perlu juga didesain sistem insulasi ruangan. Konsep dasar insulasi tentu saja akan berbeda dengan konsep pengendalian medan akustik dalam ruangan. Ide dasar insulasi adalah tutup semua celah yang memungkinkan suara lewat dan gunakan massa sebesar mungkin. So adalah salah jika menyebut Rockwool adalah bahan insulasi, yang benar adalah Rockwool adalah bahan penyerap suara. Walaupun demikian Rockwool dapat digunakan sebagai bagian dari sistem insulasi, karena sifat penyerapannya.