Category Archives: Sistem Tata Suara

Berisi segala sesuatu yang terkait dengan sistem Tata Suara

Akustik Aula Timur ITB Pasca Restorasi

Telah dilakukan evaluasi akustik Aula Timur ITB pasca restorasi pada tanggal 18 Februari 2014. Perbedaan utama Aula ini dengan saudara kembarnya Aula Barat ITB adalah adanya dinding disisi utara, sehingga ruangan utama cenderung lebih kecil. Pengukuran dilakukan dengan metode Impulse Response untuk mendapatkan parameter objektif akustik monoaural (dengan sensor 1 microphone), yang mengacu pada ISO 3382-1. Pengukuran parameter binaural (dual microphones atau Dummy Head system) belum dilakukan.

at0

Hasil Pengukuran Akustik yang dilakukan tim Laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik Teknik Fisika ITB menunjukkan bahwa Noise Criteria (NC) Aula Timur berada pada level 33 (jauh lebih rendah daripada Aula Barat) dengan dominasi sumber noise berasal dari aktifitas di sekitar Aula Timur. Berbeda dengan kondisi di Aula Barat, di sekitar Aula Timur tidak terlalu banyak kendaraan yang lalu lalang. Kondisi bising hasil pengukuran ini masih melebihi level yang disarankan yang seharusnya berada < 30 bila diinginkan kegiatan di dalam Aula recordable (direkam live atau broadcast), tetapi sudah masuk level yang disarankan (NC 30-35) yaitu apabila penggunaan Aula tidak melibatkan aktifitas recording.

at1

Secara umum, waktu dengung ruang Aula Timur pasca restorasi pada kondisi kosong adalah diantara 1,5 – 2 detik pada frekuensi 125 – 500 Hz, dan 2 – 2,5 detik pada daerah frekuensi antara 500 – 4000 Hz. Bila Aula terisi penuh, diharapkan akan turun di sekitar 1,5 detik. Lebih panjangnya dengung di frekuensi tinggi terutama disebabkan oleh adanya flutter echoe akibat dinding utara (lebih terasa dibandingkan dengan Aula Barat. Kondisi ini cukup baik bila digunakan untuk performansi musik orkestra atau musik kamar (quintet, quartet, recital piano, dsb), akan tetapi terlalu panjang apabila digunakan untuk aktifitas percakapan (kuliah umum, seminar, pidato, dsb). Apabila tidak bisa dihindari penggunaan Sound System, sebaiknya digunakan Loudspeaker dengan tipe terdistribusi dibandingkan dengan central cluster. Posisi Pemasangan Loudspeaker sebaiknya mengarah pada area audiens, dari posisi lebih tinggi dari kepala orang berdiri. Pemakaian subwoofer sebaiknya dihindari atau dibatasi.

at2

Kejernihan suara ucap yang diukur dengan besaran D50 menunjukkan, kondisi Aula pasca restorasi dalam keadaan kosong , juga lebih buruk dari Aula Barat, yaitu berada pada level rata-rata diantara 30-40% (yang disyaratkan adalah > 50%). Penyebab utama adalah dengung yang panjang di frekuensi tinggi dan adanya flutter echoes. Kondisi ini menyebabkan  Sistem Tata Suara HARUS digunakan apabila Aula digunakan untuk aktifitas Speech (Percakapan) (untuk menambahkan energi suara langsung yang dirasakan oleh pendengar dan pembicara), dengan sistem Tata Suara yang disarankan adalah type terdistribusi. (ukuran Loudspeaker Medium atau Kecil). Aiming dan posisi penempatan Loudspeaker menjadi faktor yang krusial.

at3

Kejernihan suara musik yang ditunjukkan oleh besaran C80 hasil pengukuran berada di range -4 – 2 dB (125-4000 Hz). Range harga C80 ini menunjukkan bahwa Aula Timur pasca Restorasi sangat baik digunakan untuk performance musik TANPA sound system. Disarankan pertunjukkan full orkestra atau recital (piano, kuartet string atau kuartet tiup) dilakukan tanpa sistem tata suara elektronik, dengan pengaturan panggung sebaiknya mengarah ke arah sisi lebar, BUKAN sisi panjang untuk menghindari problem flutter echoes. Penambahan reflektor tidak permanen (movable reflector system) pada bagian atas atau kanan kiri panggung sangat disarankan. Performansi musik traditional Indonesia seperti angklung, gamelan, kecapi suling perlu dicoba dilakukan di Aula ini, TANPA sound system.

at5

Sebagai sebuah bangunan cagar budaya, perbaikan kinerja akustik Aula Timur (dan juga Aula Barat) secara pasif (mengganti karakter permukaan interior) tidak dapat dilakukan dengan perlakuan yang umumnya diaplikasikan pada ruangan yang memiliki masalah akustik, misalnya menambahkan begitu saja bahan penyerap suara untuk menurunkan waktu dengung atau mengganti karakteristik permukaan dalam ruang dengan bahan lain atau mengubah bentuk geometri permukaan ruang. Perbaikan kinerja akustik harus dilakukan dengan tetap menjaga keaslian material secara keseluruhan. Beberapa peluang peningkatan kinerja yang mungkin dilakukan misalnya dengan melapisi beberapa permukaan sejajar dengan material penyerap suara dari bahan transparan atau Micro Perforated Panel transparan, atau bisa juga menggunakan bahan-bahan akustik yang diaplikasikan tidak permanen yang disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilakukan di dalam ruang Aula (movable partition system).

Upacara Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 2013 di Istana Merdeka, Jakarta

Upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke 68 akan dimulai 4 hari lagi. Istana Presiden RI di Jakarta sebagai tempat diselenggarakannya acara utama yang dipimpin langsung oleh Presiden RI sudah mulai bersolek. Salah satu komponen pendukung acara yang berperan untuk suksesnya acara sehari penuh itu adalah Sistem Tata Suara (Sound System), terutama untuk kegiatan Upacara Bendera, Aubade, dan acara kesenian. Pelaksana yang ditunjuk untuk melaksanakan penyediaan sistem tata suara ini, dipilih melalui sistem tender teknis yang diadakan paling lambat 1 bulan sebelum hari H.

Sejak 2004, kami diminta untuk membantu proses yang terkait dengan sistem tata suara tersebut, mulai dari menyiapkan dokumen tender dan SOP, memilih pelaksana, memonitor persiapan pelaksanaan, melakukan supervisi pelaksanaan dan melakukan evaluasi setelah pelaksanaan. Proses tender yang dilakukan tidak hanya didasarkan pada penawaran terendah dari peserta, tetapi lebih dititikberatkan pada kemampuan teknis yang dinilai melalui sistem “beauty contest”. Peserta tender yang dipilih untuk melaksanakan tugas penyediaan sistem tata suara ini akan mulai bekerja sejak H-10, meliputi persiapan, instalasi, gladi kotor, gladi bersih dan pelaksanaan, serta pembongkaran pada H+1.

Sistem tata suara yang disediakan meliputi 2 sistem independent utama, tetapi bisa saling berkomunikasi, dan 1 sistem tambahan. Sistem utama pertama digunakan untuk melayani kegiatan Upacara Detik-detik Proklamasi , sedangkan sistem utama kedua digunakan untuk melayani kegiatan Aubade yang dilakukan begitu upacara selesai. Untuk kedua jenis kegiatan utama tersebut, daerah pendengar (audience areas) yang harus dilayani terdiri dari Tenda Utama di bagian depan Istana Merdeka (tempat Presiden, para Mentri, Anggota Dewan dan Duta Besar negara sahabat berada), Halaman depan istana Merdeka (tempat pasukan ABRI dan POLRI berbaris, termasuk Paskibraka), tenda samping kiri-kanan halaman Istana Merdeka (tempat undangan), serta tenda Aubade di sisi luar pagar menghadap ke Istana Merdeka). Sistem tambahan adalah sistem tata suara kecil yang tersebar di panggung-panggung kesenian daerah untuk menyambut tamu undangan.

Sistem utama pertama digunakan 2 kali pada tanggal 17 Agustus, yaitu pada Upacara Detik-detik Proklamasi yang biasanya dimulai 10 menit sebelum jam 10 pagi sampai selesainya Aubade, dan pada Upacara penurunan bendera di sore hari. Sistem ini menggunakan 2 cluster Loudspeakers utama yang menghadap ke arah pasukan Upacara, serta Loudspeakers distribusi terdelay di area VIP, setiap tenda dan tempat berkumpul pasukan dan paskibraka. Microphones yang disediakan adalah mic untuk Master of Ceremony (MC), Komandan Upacara, Inspektur Upacara (Presiden RI), Pembaca Teks Proklamasi, Pembaca doa, dan Mics ambient untuk pasukan, korsig dan paskibraka. Pengendali utama sistem ini berada di sisi kiri tenda Utama di dalam koridor depan Istana Merdeka. Target disain utama adalah suara harus berwibawa, jelas (clarity dan intelligibility speech tinggi) dan bebas dari Feedback.

Sistem utama kedua, digunakan untuk melayani kegiatan Aubade yang dilaksanakan pada bagian akhir Upacara Detik-detik Proklamasi. Loudspeakers utama berupa sepasang Clusters Loudspeakers yang terpasang di kanan kiri panggung Aubade, menghadap ke Istana, dan Loudspeakers Distribusi terdelay yang sama dengan yang digunakan di sistem utama pertama. Perbedaan sistem Loudspeakers distribusi ini terletak pada sistem delay nya. Microphones yang digunakan lebih banyak, yaitu untuk melayani instrument orchestra, penyanyi solo, dan Paduan Suara. Pengendali utama sistem ini terletak di tenda Aubade, tetapi terkoneksi dengan pengendali sistem utama pertama. Target desain utama adalah suara harus seimbang (tonal balance), harmonis (spectrum frequency), jelas (clarity dan intelligibility musical tinggi), warm (komponen frekuensi rendah cukup), timbre yang sesuai, listening level dan strength yang cukup, dan tidak feedback. Hal yang unik dari sistem ini adalah sweet spot berada di area pasukan, tetapi harus bisa menciptakan sweet spot tambahan di area Tenda Utama (Tenda Presiden). Pengaturan delay yang tepat menjadi kunci utama suksesnya sistem ini.

Sejak tahun 2004, sudah 4 provider sistem tata suara di Indonesia yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Alhamdulillah sistem bisa bekerja dengan baik sesuai dengan target desain, semoga kegiatan tahun ini yang dimulai sejak 2 hari lalu dan dilaksanakan kembali oleh provider ke 4 juga akan memberikan hasil yang memuaskan. Dirgahayu ke 68 Republik Indonesia.

Sound System vs Akustik Ruang

Pertanyaan yang sering saya jumpai dalam pekerjaan konsultansi kenyamanan mendengar di dalam suatu space (ruang tertutup maupun terbuka) adalah, “Mana yang lebih Penting: Sound System atau Akustika Ruangan?”. Pertanyaan ini mirip-mirip dengan anekdot: “mana yang lebih dulu: ayam atau telur?”.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, biasanya saya mulai dari definisi akustik sendiri. Sebuah sistem Akustik harus memiliki 3 komponen, yaitu Sumber Suara, Medium Penghantar Energi dan Penerima Suara. Apabila salah satu dari 3 hal tersebut tidak ada, maka sistem tidak bisa disebut sebagai sistem akustik. Misalnya saja, didalam sebuah ruangan yang dirancang sedemikian hingga seluruh permukaannya berfungsi secara akustik, tidak akan menjadi ruang akustik apabila tidak ada sumber suara yang dimainkan dalam ruangan tersebut atau tidak ada penonton atau sensor penerima energi suara (microphone-red) yang berada didalam ruangan tersebut. Jadi ke 3 komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kembali ke pertanyaan awal, lantas mana yang lebih penting kalau begitu?
Akustika Ruang merupakan kondisi audial yang nilainya ditentukan oleh fungsi ruangan atau space itu sendiri. Misalnya, sebuah ruangan kelas memerlukan kondisi akustik ruang yang berbeda dengan ruangan konser musik klasik atau musik pop/rock. Perbedaan berdasarkan fungsi itu, kondisi akustik diimplementasikan dalam bentuk: geometri ruangan dan material penyusun permukaan ruangan. Geometri dan material ruangan inilah yang kemudian akan berinteraksi dengan sumber suara yang dimainkan dalam ruangan tersebut, yang pada akhirnya diterima oleh pendengar yang ada dalam ruangan, bisa orang yang memiliki telinga (live listening) ataupun microphone sebagai simulator telinga (recording). Interaksi ketiga komponen akustik ini ditunjukkan dengan sebuah fenomena yang disebut sebagai transmisi, absorpsi, refleksi (termasuk diffusi) dan difraksi gelombang suara yang dihasilkan sumber suara.

Dari fenomena akustik tersebut muncullah istilah-istilah seperti level suara (SPL), waktu dengung (RT), intelligibility (D50), Clarity (C80), spaciousness (IACC, LF, ASW, dsb). Nilai-nilai parameter itulah yang kemudian dikenal sebagai Kondisi Akustik Ruang, yang kembali ditegaskan merupakan kondisi mendengar SESUAI dengan fungsi ruangan. Sumber suara yang terlibat disini bisa berupa suara natural dari sumber suara apapun (percakapan manusia, alat musik, dsb) atau dari komponen Sound System yang kita kenal dengan nama Loudspeaker.

Sound System disisi lain, pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang pada awalnya dirancang untuk mengatasi KURANG nya energi suara yang sampai ke pendengar karena besarnya volume space atau jauhnya jarak pendengar dari sumber. Itu sebabnya mengapa disebut sebagai Sound Reinforcement System sebagai nama dasarnya, dan disingkat sebagai Sound System. Pada saat sebuah sound system diaplikasikan di dalam ruangan atau space, dia berfungsi untuk meningkatkan energi suara yang dihasilkan oleh sumber suara natural dan mendistribusikan energinya kepada seluruh pendengar di dalam space atau ruangan tersebut.
Faktor pendengar di dalam ruangan atau space menjadi kunci dalam menjawab pertanyaan awal.

Telinga manusia yang berada dalam ruangan atau space akan menerima 2 komponen akustik dari sumber suara, yaitu suara langsung (energi suara yang menempuh jalur langsung dari sumber ke telinga) serta suara pantulan (energi suara yang sampai telinga setelah menumbuk satu atau lebih permukaan di dalam ruangan). Interaksi 2 komponen ini yang akan menentukan nyaman tidaknya kondisi mendengar di telinga pendengar tadi. Bila suara langsung dan suara pantulan bercampur dengan baik (misalnya tidak ada delay yang berlebihan), maka pendengar akan nyaman merasakan medan akustik di sekitar telinganya. Desain permukaan ruangan yang menghasilkan pola pemantulan yang berinteraksi positif dengan suara langsung dari sumber menjadi sisi krusial dalam desain Akustik Ruang. Suara pantulan ini tidak boleh lebih dominan dari suara langsung. Itu sebabnya level energi suara dari sumber memegang peranan penting bagi pendengar.

Apabila level suara sumber memungkinkan untuk mencapai seluruh bagian ruangan (atau seluruh posisi pendengar) maka ruangan tersebut pada dasarnya TIDAK MEMERLUKAN Sound System, karena problemnya adalah bagaimana perancang ruangnya mendesain karakteristik pemantulan yang dihasilkan permukaan dalam ruangan untuk memperkaya suara langsung yang sampai ke telinga pendengar. Sedangkan bila level energi suara dari sumber tidak mungkin mengcover seluruh area pendengar, pada saat itulah diperlukan Sound System. Dalam kondisi ini, problemnya bergeser dari perancangan karakterisasi pantulan ruang menjadi perancangan posisi sumber suara non-natural.

Jadi, Sound System dan Akustik Ruangan sebenarnya adalah satu sistem yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pertanyaan awal tadi sebenarnya tidak perlu dijawab, karena keduanya memegang peranan penting dalam porsinya masing-masing. Sound System memerlukan Akustik Ruangan yang minimal baik untuk bekerja secara optimal, dan Akustik Ruangan memerlukan Sound System bila energi sumber suara natural tidak mencukupi levelnya. Dan satu hal yang perlu diingat adalah Sound System tidak boleh mengubah karakter sumber suara yang dia layani, karena fungsinya adalah menjaga kualitas suara sumber supaya tetap terdengar baik di telinga pendengar. Bagaimana kalau suara sumbernya tidak layak didengar? Kalau itu yang terjadi, persoalannya bukan lagi masalah akustik, tetapi masalah sumber suara saja. :)

Sebagai ilustrasi penutup, mengapa seluruh permukaan didalam bioskop bersifat menyerap energi suara (pantulan minimum)? Karena pendengar yang masuk ke dalam ruangan tersebut memang diminta untuk mendengarkan suara “langsung” yang dihasilkan oleh Sound Systemnya, sembari menikmati tayangan visual tentunya. Mana yang lebih penting Sound System nya atau Akustika Ruangannya? Ya keduanya penting, karena kalau Sound Systemnya buruk, penonton (pendengar) akan merasa tidak nyaman secara audial. Sebaliknya, bila kondisi akustik ruangan buruk (misalnya ada pantulan berlebihan atau ada kebocoran suara dari luar), maka kondisi mendengar medan suara yang dihasilkan oleh Sound System akan terganggu.

Penataan Loudspeakers pada Ruang Dengar Kritis

Salah satu faktor penting dalam perencanaan Ruang Dengar Kritis (Critical Listening Room) seperti Home Theater, adalah sistem penataan Loudspeakers. Semua sistem tata suara untuk ruangan-ruangan tersebut yang saat ini available di pasar Indonesia pada dasarnya bekerja dengan konsep single sweetspot, alias titik terbagus untuk mendengarkan medan suaranya hanya terletak di 1 posisi saja.
Untuk Sistem Stereo, posisi optimum pemasangan Loudspeaker harus mengikuti kaidah segitiga sama sisi, seperti dapat dilihat di Gambar berikut. Apabila sudut lebih besar dari 60 derajat, maka akan mengakibatkan terjadinya efek “Hole in the Middle” alias “phantom image” yang terjadi tidak stabil. Sedangkan sudut lebih kecil dari 60 derajat, akan mengakibatkan efek stereo yang sempit.

(c) D.M. Howard & J.A. Angus, “Acoustics and Psychoacoustics”, 4ed.


Untuk sistem Multi channels yang lain misalnya sistem 5.1, penataan yang optmimum seperti pada Gambar berikut. Karena sistem ini pada umumnya digunakan untuk mendengarkan musik dan melihat film atau video, target desainnya adalah mendapatkan kesetimbangan kualitas antara speech dan music. Center Loudspeaker pada umumnya digunakan untuk menghasilkan speech intelligibility. Posisinya yang berada di titik phantom image loudspeaker stereo menyebabkan dialog dipresentasikan dalam kondisi mono. (Secara psikologis tidak mengganggu, karena kesan suara akan datang dari arah layar). Rear Loudspeakers menghasilkan diffuse sound field yang pada umumnya digunakan untuk menghasilkan efek-efek yang diinginkan atau memberikan ambient sound dalam menikmati film atau live music. Low Frequency Loudspeaker (Subwoofer), digunakan untuk memproduksi suara-suara dalam nada super rendah (misalnya suara ledakan dan efek2 yang lain). Loudspeaker terakhir ini pada dasarnya bisa ditempatkan dimana saja dalam ruangan.

(c) D.M. Howard & J. A. Angus, “Acoustics & Psychoacoustics”, 4 ed.

Menu Riset 2012

Menu Riset di Group Akustik kami di tahun 2012 ini adalah:

1. Forensic Speaker Identification (Active Disguishing problem): 3 S1
2. Open-plan Office Acoustics (privacy vs Intelligibility) : 2 S1
3. Hospital Acoustics (privacy vs intelligibility) : 1 S2 , 1 S1
4. Archeological Acoustics (Cultural Preservation) : 2 S1
5. Indonesian Traditional Music Performance Hall (Design and Simulation) : 1 S3, 2 S1
6. Sound Insulations (Design and Measurements) : 1 S2
7. Active Noise Control (Algorithm and Design) : 1 S3
8. Binaural Sound Localization (Hardware Design) : 1 S2

Tim Peneliti yang terlibat dalam ke 8 topik tadi terdiri dari 4 staf dosen di Teknik Fisika ITB (topik 1-6), 3 Staff Dosen di Teknik Elektro (topik 7-8), 1 Dosen Teknik Fisika UGM (topik2), 2 Mahasiswa S3, 3 Mahasiswa S2, dan 10 Mahasiswa S1, serta 1 Asisten Riset.

Sistem Tata Suara ( Sound System) Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga mengunjungi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Dua masjid yang menjadi ikon utama umat Muslim diseluruh dunia. Selama ini hanya bisa mendengar ceritera dari mulut ke telinga (dan membaca dari berbagai sumber) bahwa sistem tata suara di kedua Masjid tersebut sangat istimewa. Secara umum, kedua Masjid menggunakan sistem yang sejenis: Sistem Tata Suara terdistribusi. Tidak ada Loudspeaker utama, seluruh bagian ruangan dilayani oleh banyak loudspeaker kecil, horn atau column. Kedua sistem sama-sama menggunakan delay processor. Yang membedakan kedua sistem adalah konsep peletakan loudspeakernya berdasarkan arah kiblat.

Di Masjidil Haram, area sholat berbentuk melingkar mengelilingi Kabah, sehingga di Masjid berlantai 3 plus basement ini dibagi menjadi 5 bagian besar sistem. Bagian pertama adalah sistem yang melayani area terbuka lantai dasar dimana Kabah berada. Area ini dilayani oleh beberapa column loudspeaker yang mengelilingi dan mengarah ke dalam area dimana Kabah berada.

Column Loudspeaker Horn Loudspeakers

Bagian kedua adalah area lantai 1 yang mengelilingi open area dan lantai 2. Sistem yang terpasang disini adalah customized loudspeaker Horn yang dipasang di langit-langit. Pengaturan pemasangan diatur per blok area yang dibatasi oleh tiang-tiang. Formasi ini menghasilkan ruang dengar yang tidak saling bertumpuk.

horn_Haram

Sistem ke tiga adalah sistem yang menlayani area Mas’a (tempat Sai). Sistem terpasang di area ini adalah Loudspeaker Column. Ada 2 jalur Mas’a: pada jalur Sa’i arah Shafa, Column Loudspeaker dipasang dengan aiming keluar (berlawanan dengan arah Kiblat (Kabah) ) sedangkan pada jalur Sa’i arah Marwa, Column Loudspeakers dipasang mengarah ke dalam (arah kiblat (kabah)). Sistem ke empat adalah sistem yang dipasang pada area lantai Atap. Disini, digunakan gabungan sistem horn dan loudspeaker kolom dengan aiming keluar (menjauhi Kabah).

column_Masa

Sedangkan sistem terakhir digunakan untuk melayani area halaman luar masjid. Disini digunakan gabungan loudspeaker kolom, full range dan horn yang dipasang di menara dan bagian atas dinding luar, diarahkan menunduk ke arah jamaah yang memenuhi halaman luar Masjidil Haram.

luar_haram

Persepsi subjektif saya di kelima area utama tersebut, seluruh bagian area memiliki intelligibility yang excellent, listening level juga excellent, envelopment juga excellent, directivity juga excellent, kecuali di area lantai dasar dimana suara cenderung terdengar dari belakang, terutama di shaf-shaf depan. Masih terdengar gangguan delay di beberapa tempat di lantai 1 dan 2 serta lantai atap, tetapi masih dalam batas-batas yang acceptable. Hal ini mengkonfirmasi pendapat mereka-mereka yang pulang dari Masjidil Haram yang senantiasa menyampaikan bahwa dimanapun mereka berada, mereka tidak merasakan perbedaan kondisi mendengar, semua terasa bagus.

Masjid Nabawi di kota Madinah, terdiri dari Masjid lama dan area pengembangan yang menjadi satu kesatuan. Kiblat di Masjid ini mengarah ke satu arah. Tiang dan lengkungan serta kubah menjadi ciri utama Masjid ini. Sistem tata suara terdistribusi juga digunakan di Masjid ini. Berbeda dengan Masjidil Haram, di Masjid ini seluruh loudspeaker menggunakan tipe full range ukuran kecil yang dipasang di tiang-tiang masjid yang jumlahnya ribuan (konon jumlah loudspeaker terpasang lebih dari 3000 unit). Area di halaman sekitar Masjid yang dicover oleh payung-payung yang bisa membuka dan menutup serta halaman atap Masjid dilayani oleh loudspeaker kecil type horn (baik yang terpasang pada dinding maupun minaret-minaret Masjid). Seluruh lantai Masjid kecuali halaman luar menggunakan karpet tebal.

The Speakers at Columns

day33p

Persepsi subjektif saya di area Masjid lama, seluruh bagian area memiliki intelligibility yang excellent, listening level juga excellent, envelopment juga excellent, directivity juga excellent. Sedangkan di area pengembangan (perluasan Masjid), listening level terkadang masih kurang, dan masih terdengar gangguan delay di beberapa tempat , tetapi masih dalam batas-batas yang acceptable. Yang menarik, di area perluasan ini, di beberapa tempat ada bagian yang memiliki kubah yang bisa dibuka tutup. Hal lain yang menarik, pada area perluasan tahap 2, seluruh loudspeaker full range disembunyikan secara visual di dalam ornamen tiang-tiang kolom bangunan.

Sistem Tata Suara untuk Upacara 17 Agustus di Istana Merdeka, Jakarta

Upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke 66 akan dimulai 6 hari lagi. Istana Presiden RI di Jakarta sebagai tempat diselenggarakannya acara utama yang dipimpin langsung oleh Presiden RI sudah mulai bersolek. Salah satu komponen pendukung acara yang berperan untuk suksesnya acara sehari penuh itu adalah Sistem Tata Suara (Sound System), terutama untuk kegiatan Upacara Bendera, Aubade, dan acara kesenian. Pelaksana yang ditunjuk untuk melaksanakan penyediaan sistem tata suara ini, dipilih melalui sistem tender teknis yang diadakan paling lambat 1 bulan sebelum hari H.

Sejak 2004, kami diminta untuk membantu proses yang terkait dengan sistem tata suara tersebut, mulai dari menyiapkan dokumen tender dan SOP, memilih pelaksana, memonitor persiapan pelaksanaan, melakukan supervisi pelaksanaan dan melakukan evaluasi setelah pelaksanaan. Proses tender yang dilakukan tidak hanya didasarkan pada penawaran terendah dari peserta, tetapi lebih dititikberatkan pada kemampuan teknis yang dinilai melalui sistem “beauty contest”. Peserta tender yang dipilih untuk melaksanakan tugas penyediaan sistem tata suara ini akan mulai bekerja sejak H-10, meliputi persiapan, instalasi, gladi kotor, gladi bersih dan pelaksanaan, serta pembongkaran pada H+1.

Sistem tata suara yang disediakan meliputi 2 sistem independent utama, tetapi bisa saling berkomunikasi, dan 1 sistem tambahan. Sistem utama pertama digunakan untuk melayani kegiatan Upacara Detik-detik Proklamasi , sedangkan sistem utama kedua digunakan untuk melayani kegiatan Aubade yang dilakukan begitu upacara selesai. Untuk kedua jenis kegiatan utama tersebut, daerah pendengar (audience areas) yang harus dilayani terdiri dari Tenda Utama di bagian depan Istana Merdeka (tempat Presiden, para Mentri, Anggota Dewan dan Duta Besar negara sahabat berada), Halaman depan istana Merdeka (tempat pasukan ABRI dan POLRI berbaris, termasuk Paskibraka), tenda samping kiri-kanan halaman Istana Merdeka (tempat undangan), serta tenda Aubade di sisi luar pagar menghadap ke Istana Merdeka). Sistem tambahan adalah sistem tata suara kecil yang tersebar di panggung-panggung kesenian daerah untuk menyambut tamu undangan.

Sistem utama pertama digunakan 2 kali pada tanggal 17 Agustus, yaitu pada Upacara Detik-detik Proklamasi yang biasanya dimulai 10 menit sebelum jam 10 pagi sampai selesainya Aubade, dan pada Upacara penurunan bendera di sore hari. Sistem ini menggunakan 2 cluster Loudspeakers utama yang menghadap ke arah pasukan Upacara, serta Loudspeakers distribusi terdelay di setiap tenda dan tempat berkumpul pasukan dan paskibraka. Microphones yang disediakan adalah mic untuk Master of Ceremony (MC), Komandan Upacara, Inspektur Upacara (Presiden RI), Pembaca Teks Proklamasi, Pembaca doa, dan Mics ambient untuk pasukan, korsig dan paskibraka. Pengendali utama sistem ini berada di sisi kiri tenda Utama di dalam koridor depan Istana Merdeka. Target disain utama adalah suara harus berwibawa, jelas (clarity dan intelligibility speech tinggi) dan bebas dari Feedback.

Sistem utama kedua, digunakan untuk melayani kegiatan Aubade yang dilaksanakan pada bagian akhir Upacara Detik-detik Proklamasi. Loudspeakers utama berupa sepasang Line Arrays atau Clusters Loudspeakers yang terpasang di kanan kiri panggung Aubade, menghadap ke Istana, dan Loudspeakers Distribusi terdelay yang sama dengan yang digunakan di sistem utama pertama. Perbedaan sistem Loudspeakers distribusi ini terletak pada sistem delay nya. Microphones yang digunakan lebih banyak, yaitu untuk melayani instrument orchestra, penyanyi solo, dan Paduan Suara. Pengendali utama sistem ini terletak di tenda Aubade, tetapi terkoneksi dengan pengendali sistem utama pertama. Target desain utama adalah suara harus seimbang (tonal balance), harmonis (spectrum frequency), jelas (clarity dan intelligibility musical tinggi), warm (komponen frekuensi rendah cukup), timbre yang sesuai, listening level dan strength yang cukup, dan tidak feedback. Hal yang unik dari sistem ini adalah sweet spot berada di area pasukan, tetapi harus bisa menciptakan sweet spot tambahan di area Tenda Utama (Tenda Presiden). Pengaturan delay yang tepat menjadi kunci utama suksesnya sistem ini.

Sejak tahun 2004, sudah 3 provider sistem tata suara di Indonesia yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Alhamdulillah sistem bisa bekerja dengan baik sesuai dengan target desain, semoga kegiatan tahun ini yang dimulai sejak 2 hari lalu dan dilaksanakan oleh provider baru (ke 4) juga akan memberikan hasil yang memuaskan. Dirgahayu ke 66 Republik Indonesia.

Bahaya Portable MP3/MP4/USB/iPod Player

Perkembangan Teknologi Electronik dan Kompresi Audio/Video dapat ditunjukkan dengan semakin banyaknya produk pemutar file digital portabel, baik itu file audio maupun file video. Disamping kualitasnya yang semakin membaik, ukuran dan bentuk yang semakin beragam serta harga yang semakin terjangkau membuat penetrasi produk tersebut semakin luas ke seluruh lapisan masyarakat, terutama para remaja. Pada saat era Walkman atau Discman, ada keterbatasan ukuran (baik file maupun fisik pemutar file) yang membuat “malas” untuk membawa-bawanya kemanapun kita pergi. Saat ini, dengan mudah dapat dijumpai di jalanan ataupun ditempat-tempat umum lainnya, anak-anak muda melengkapi diri dengan pemutar file digital tersebut, entah itu menggunakan ear set/head set berkabel maupun yang nirkabel.

Continue reading

Akustik Masjid

Masjid, dilihat dari fungsinya secara akustik, dapat digolongkan sebagai ruangan yang didesain untuk speech (percakapan). Semestinya, pada saat merancang masjid, desain akustik tidak boleh dikesampingkan. Hal-hal umum yang berkaitan dengan parameter desain akustik masjid dapat mengacu pada artikel saya sebelumnya tentang akustik untuk ruang percakapan.

Pada sisi yang lain, sebagai bangunan ibadah, ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi, misalnya kebutuhan akan keindahan, Grande (besar, sehingga orang yang masuk ke dalamnya merasa kecil dihadapan Nya), dan bersih. Untuk menciptakan kebutuhan lain tersebut, pada umumnya para desainer arsitektural dan interior masjid kemudian memilih menggunakan material-material yang memiliki permukaan keras dan berkesan bersih, seperti marmer, granit, GRC, keramik dsb. Apabila sisi akustik tidak dipertimbangkan, maka material-material tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya cacat akustik seperti echoe, flutter echoe, dan sound focusing, yang pada akhirnya akan mengganggu intelligibility (kejelasan mendengar suara ucapan) di dalam masjid.

 

Continue reading