Monthly Archives: February 2014

Sinopsis Penelitian tahun 2014 : Akustika Ruang Kelas di Universitas

Ruang kelas yang ideal semestinya memiliki performansi akustik yang baik untuk berkomunikasi dimana aktifitas wicara (speech) merupakan aktifitas akustik utama yang terjadi. Kondisi akustik ruang kelas yang ideal sampai saat ini masih mengacu pada standard yang sudah lama dipakai yakni ANSI S12.60-2002 American National Standard Acoustical Performance Criteria, Design Requirements, and Guidelines for Schools.

 

Fokus dalam penelitian lanjutan yang diusulkan adalah melihat secara detail pengaruh pemasangan Absorber-Diffusor (Abfusor) pada akustika ruang kelas dan auditorium, terutama terkait dengan upaya menghasilkan kualitas pendengaran yang sama di seluruh posisi duduk dalam ruangan tersebut(tingkat difusivitas) sekaligusmengurangi kebisingan. Untuk memahami seberapa tingkat difusivitas yang dihasilkan maka, perlu dianalisa komponen refleksi awal dan refleksi akhir dari respon impulse ruang (RIR) yang diperoleh dari pengukuran di lapangan dan simulasi.

 

Dengan tingkat reverberasi tertentu, energi bunyi yang berhasil dipertahankan dan dihamburkan di komponen refleksi awal akan mengurangi efek comb-filtering pada sinyal uji, yakni mengurangi kemungkinan terjadi pantulan2 pendek (short echoes) dimana akan terdengar seperti suara gumaman yang berlebihan. Isi pembicaraan akan sulit dimengerti. Sementara itu, difusivitas yang terjadi pada komponen refleksi akhir akan menghasilkan sensasi pendengaran seolah-olah medan bunyi melingkupi pendengar dengan sempurna (envelopement sensation).

 

Eksperimen dilakukan di laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik, kelompok keahlian Teknik Fisika ITB dan di Laboratorium Akustik Teknik Fisika UGM.Untuk memahami pengaruh elemen arsitektural dalam ruang-ruang kelas diperlukan kemampuan simulasi komputer yang memodelkan beberapa variasi gubahan geometri ruang didasarkan pada kondisi eksisting dari studi kasus yang dipilih. Beberapa model ruang kelas dan auditorium dengan penerapan bahan absorpsi dan panel difusor telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Kondisi eksisting hanya dapat diketahui dengan menggunakan pengukuran lapangan guna menjamin keakurasian simulasi komputer. Karakterisasi dari kualitas pendengaran di dalam ruang-ruang uji tersebut memerlukan evaluasi subyektif terutama untuk mengetahui perubahan tingkat intensitas bunyi (kekerasan bunyi), kejelasan percakapan dan persepsi tingkat reverberasi (dengung) sebelum dan setelah abfusor diterapkan.Dengan metode yang terintegrasi ini, diharapkan hasil penelitian ini bisa langsung digunakan sebagai tolok ukur evaluasi dan perbaikan rancangan akustik di ruang kelas dan auditorium di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia.

Team Peneliti: Joko Sarwono, Sentagi S. Utami, Janivita Sudirham, Indra Sihar, plus Mahasiswa TF ITB dan TF UGM

Akustik Aula Timur ITB Pasca Restorasi

Telah dilakukan evaluasi akustik Aula Timur ITB pasca restorasi pada tanggal 18 Februari 2014. Perbedaan utama Aula ini dengan saudara kembarnya Aula Barat ITB adalah adanya dinding disisi utara, sehingga ruangan utama cenderung lebih kecil. Pengukuran dilakukan dengan metode Impulse Response untuk mendapatkan parameter objektif akustik monoaural (dengan sensor 1 microphone), yang mengacu pada ISO 3382-1. Pengukuran parameter binaural (dual microphones atau Dummy Head system) belum dilakukan.

at0

Hasil Pengukuran Akustik yang dilakukan tim Laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik Teknik Fisika ITB menunjukkan bahwa Noise Criteria (NC) Aula Timur berada pada level 33 (jauh lebih rendah daripada Aula Barat) dengan dominasi sumber noise berasal dari aktifitas di sekitar Aula Timur. Berbeda dengan kondisi di Aula Barat, di sekitar Aula Timur tidak terlalu banyak kendaraan yang lalu lalang. Kondisi bising hasil pengukuran ini masih melebihi level yang disarankan yang seharusnya berada < 30 bila diinginkan kegiatan di dalam Aula recordable (direkam live atau broadcast), tetapi sudah masuk level yang disarankan (NC 30-35) yaitu apabila penggunaan Aula tidak melibatkan aktifitas recording.

at1

Secara umum, waktu dengung ruang Aula Timur pasca restorasi pada kondisi kosong adalah diantara 1,5 – 2 detik pada frekuensi 125 – 500 Hz, dan 2 – 2,5 detik pada daerah frekuensi antara 500 – 4000 Hz. Bila Aula terisi penuh, diharapkan akan turun di sekitar 1,5 detik. Lebih panjangnya dengung di frekuensi tinggi terutama disebabkan oleh adanya flutter echoe akibat dinding utara (lebih terasa dibandingkan dengan Aula Barat. Kondisi ini cukup baik bila digunakan untuk performansi musik orkestra atau musik kamar (quintet, quartet, recital piano, dsb), akan tetapi terlalu panjang apabila digunakan untuk aktifitas percakapan (kuliah umum, seminar, pidato, dsb). Apabila tidak bisa dihindari penggunaan Sound System, sebaiknya digunakan Loudspeaker dengan tipe terdistribusi dibandingkan dengan central cluster. Posisi Pemasangan Loudspeaker sebaiknya mengarah pada area audiens, dari posisi lebih tinggi dari kepala orang berdiri. Pemakaian subwoofer sebaiknya dihindari atau dibatasi.

at2

Kejernihan suara ucap yang diukur dengan besaran D50 menunjukkan, kondisi Aula pasca restorasi dalam keadaan kosong , juga lebih buruk dari Aula Barat, yaitu berada pada level rata-rata diantara 30-40% (yang disyaratkan adalah > 50%). Penyebab utama adalah dengung yang panjang di frekuensi tinggi dan adanya flutter echoes. Kondisi ini menyebabkan  Sistem Tata Suara HARUS digunakan apabila Aula digunakan untuk aktifitas Speech (Percakapan) (untuk menambahkan energi suara langsung yang dirasakan oleh pendengar dan pembicara), dengan sistem Tata Suara yang disarankan adalah type terdistribusi. (ukuran Loudspeaker Medium atau Kecil). Aiming dan posisi penempatan Loudspeaker menjadi faktor yang krusial.

at3

Kejernihan suara musik yang ditunjukkan oleh besaran C80 hasil pengukuran berada di range -4 – 2 dB (125-4000 Hz). Range harga C80 ini menunjukkan bahwa Aula Timur pasca Restorasi sangat baik digunakan untuk performance musik TANPA sound system. Disarankan pertunjukkan full orkestra atau recital (piano, kuartet string atau kuartet tiup) dilakukan tanpa sistem tata suara elektronik, dengan pengaturan panggung sebaiknya mengarah ke arah sisi lebar, BUKAN sisi panjang untuk menghindari problem flutter echoes. Penambahan reflektor tidak permanen (movable reflector system) pada bagian atas atau kanan kiri panggung sangat disarankan. Performansi musik traditional Indonesia seperti angklung, gamelan, kecapi suling perlu dicoba dilakukan di Aula ini, TANPA sound system.

at5

Sebagai sebuah bangunan cagar budaya, perbaikan kinerja akustik Aula Timur (dan juga Aula Barat) secara pasif (mengganti karakter permukaan interior) tidak dapat dilakukan dengan perlakuan yang umumnya diaplikasikan pada ruangan yang memiliki masalah akustik, misalnya menambahkan begitu saja bahan penyerap suara untuk menurunkan waktu dengung atau mengganti karakteristik permukaan dalam ruang dengan bahan lain atau mengubah bentuk geometri permukaan ruang. Perbaikan kinerja akustik harus dilakukan dengan tetap menjaga keaslian material secara keseluruhan. Beberapa peluang peningkatan kinerja yang mungkin dilakukan misalnya dengan melapisi beberapa permukaan sejajar dengan material penyerap suara dari bahan transparan atau Micro Perforated Panel transparan, atau bisa juga menggunakan bahan-bahan akustik yang diaplikasikan tidak permanen yang disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilakukan di dalam ruang Aula (movable partition system).

Bahan Kedap Suara vs Bahan Penyerap Suara

Salah satu keywords yang sering digunakan oleh internet user dan membawa mereka mampir ke Blog saya adalah Bahan Penyerap Suara dan Bahan Kedap Suara.  Dalam bahasa sehari hari tampaknya kedua istilah tersebut mewakili istilah yang sama, yaitu material yang digunakan untuk membuat ruangan menjadi sunyi. Sedangkan dalam istilah akustik, kedua istilah menunjukkan fungsi yang berbeda.

Bahan kedap suara atau Sound Proofing Material secara fungsional digunakan untuk menghalangi energi suara keluar ruangan atau masuk ke ruangan. Bahan ini diperlukan untuk ruangan-ruangan yang fungsinya tidak boleh diganggu oleh bising dari luar ruangan (misalnya studio rekaman, studio TV, ruang konser, dsb) atau yang fungsinya menghasilkan suara dengan energi yang besar sehingga tidak diinginkan untuk mengganggu mereka yang berada di luar ruangan (ruang Home Theater, ruang Drum, dsb). Ciri utama bahan ini tentu saja tidak boleh menjadi penghantar energi suara (mekanik) yang baik atau dengan kata lain tidak mudah bergetar bila terpapar energi akustik (suara) atau mengubah energi suara tersebut menjadi energi bentuk lain saat melintasinya, atau dengan kata lain sesedikit mungkin meloloskan energi suara yang melewatinya. Kinerja bahan kedap suara ini akan dipengaruhi oleh frekuensi suara yang memaparinya, dalam artian sebuah bahan dengan ketebalan tertentu akan menjadi bahan kedap suara yang baik di frekuensi tinggi tetapi buruk pada frekuensi rendah, atau sebaliknya. Kalau dibayangkan sebagai sebuah ember, bahan kedap suara adalah ibarat dinding ember yang tidak memiliki kebocoran (air tetap tinggal di dalam ember). Penggunaan bahan ini adalah untuk kebutuhan orang yang berada dalam ruangan sekaligus yang berada di luar ruangan. Besaran akustik yang mewakili kinerja bahan ini adalah Rugi-rugi Transmisi atau Transmission Loss (TL, fungsi frekuensi) dan terkadang diwakili oleh besaran angka tunggal Sound Transmission Classs (STC), atau besaran lain yang sejenis misalnya Rw. Semakin tinggi STC, pada umumnya semakin baik bahan tersebut bekerja menahan energi suara (dengan catatan, spektrum TL nya perlu diperhatikan, karena STC hanya dihitung berdasarkan frekuensi 125 – 4000 Hz, sehingga tidak menunjukkan kinerja di luar range frekuensi tersebut).

Bahan penyerap suara atau Sound Absorbing Material berfungsi untuk mengambil energi suara yang berlebihan di dalam ruangan. Target utamanya adalah, energi pantulan dalam ruangan dikurangi sesuai dengan kebutuhan. Bahan ini digunakan apabila ruangan diinginkan untuk memiliki level waktu dengung sesuai dengan kebutuhan atau ruangan yang diinginkan untuk tidak memiliki energi pantulan yang besar (misalnya studio musik, ruang home theater, ruang bioskop, ruang kelas, ruang seminar, ruang rawat inap, kamar hotel, dsb). Ada berbagai tipe bahan ini, misalnya tipe bahan berpori (untuk suara dengan frekuensi menengah sampai tinggi), tipe panel (frekuensi menengah-rendah), tipe resonator (frekuensi rendah), tipe perforasi mikro (frekuensi tertentu). Penggunaan bahan ini semata untuk kebutuhan pengguna di dalam ruangan, agar mendapatkan medan suara sesuai dengan fungsi ruang (misalnya ruang biosk0p harus memiliki permukaan penyerap yang dominan karena diharapkan pengguna mendengarkan suara langsung saja dari loudspeaker terpasang, sedangkan ruang konser simphony memerlukan bahan penyerap sesedikit mungkin karena diharapkan energi suara dari panggung bertahan selama mungkin tanpa mengurangi intelligibilitynya).  Besaran yang digunakan untuk menunjukkan kinerja bahan ini adalah koefisien absorbsi (alpha), yang memiliki nilai 0- 1, 0 menunjukkan tidak ada energi suara yang diambil oleh bahan, sedangkan 1 menunjukkan seluruh energi suara yang datang ke permukaan bahan akan diambil seluruhnya dan tidak dikembalikan ke ruangan. Bahan yang ada di pasaran memiliki alpha antara 0 dan 1 (fungsi frekuensi tentu saja). Bahan penyerap suara tidak mungkin berdiri sendiri sebagai bahan kedap suara, tetapi bisa dikombinasikan dengan bahan kedap suara untuk meningkatkan kinerja kedap suara, yaitu dalam sistem material multi lapisan (sandwich panel), misalnya double gypsum-double gypsum bisa ditingkatkan kinerja kedapnya dengan menyisipkan rockwool diantara kedua lapisan sehingga menjadi double gypsum-rockwool-rongga udara-double gypsum.

Jadi, kedua jenis bahan akustik tersebut dalam tataran praktisnya digunakan secara bersama-sama, sesuai dengan fungsinya masing-masing, untuk membentuk ruang akustik dengan berbagai fungsinya. contoh: Untuk ruang studio diperlukan sejumlah besar permukaan penyerap suara, sekaligus selubung kedap suara, ruang konser memerlukan sedikit bahan penyerap suara tetapi memerlukan  selubung kedap suara yang sangat baik.

note: perlu diingat bahwa dalam sebuah ruangan, kinerja kedap tidak hanya dibebankan kepada salah satu komponen penyusun ruang saja, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh penyusun ruangan (dinding, langit-langit dan lantai) karena suara bisa merambat lewat seluruh komponen penyusun ruang tersebut. Suara bisa bocor lewat dinding, lantai maupun langit-langit. Ingat, sekecil apapun lubang pada ember, akan menyebabkan air keluar dari ember tersebut alias bocor.

Akustik Aula Barat ITB Pasca Restorasi

Hasil Pengukuran Akustik yang dilakukan tim Laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik Teknik Fisika ITB menunjukkan bahwa Noise Criteria (NC) Aula Barat berada pada level 40-45 dengan dominasi sumber noise berasal dari kendaraan bermotor yang lewat di sekitar Aula Barat. Kondisi ini melebihi level yang disarankan yang seharusnya berada < 30 bila diinginkan kegiatan di dalam Aula recordable, dan NC 30-35 bila tidak melibatkan aktifitas recording. Pada pemakaian Aula, khususnya untuk acara yang melibatkan percakapan, sebaiknya area luar di sisi selatan dibebaskan dari aktifitas, khususnya pergerakan kendaraan bermotor.

SONY DSC

Secara umum, waktu dengung ruang Aula Barat pasca restorasi adalah flat (125-4000 Hz) di sekitar 2 detik pada kondisi kosong. Bila Aula terisi penuh, diharapkan akan turun di sekitar 1,4 detik. Kondisi ini cukup baik bila digunakan untuk performansi musik orkestra atau musik kamar (quintet, quartet, recital piano, dsb), akan tetapi terlalu panjang apabila digunakan untuk aktifitas percakapan (kuliah umum, seminar, pidato, dsb). Apabila penggunaan sistem Tata Suara tidak terhindarkan, tipe Loudspeaker sebaiknya menggunakan jenis terdistribusi dibandingkan dengan central cluster. Posisi Pemasangan Loudspeaker sebaiknya mengarah pada area audiens, dari posisi lebih tinggi dari kepala orang berdiri. Pemakaian subwoofer sebaiknya dihindari atau dibatasi.

SONY DSC

Kejernihan suara ucap yang diukur dengan besaran D50 menunjukkan, kondisi Aula pasca restorasi dalam keadaan kosong berada pada level rata-rata diantara 40-50% (yang disyaratkan adalah > 50%). Kondisi ini menyebabkan Sistem Tata Suara HARUS digunakan apabila Aula digunakan untuk aktifitas Speech (Percakapan), dengan sistem Tata Suara yang disarankan adalah type terdistribusi. (ukuran Loudspeaker Medium atau Kecil). Aiming dan penempatan Loudspeaker menjadi faktor yang krusial.

SONY DSC

Kejernihan suara musik yang ditunjukkan oleh besaran C80 hasil pengukuran berada di range -2 – 2 dB (125-4000 Hz). Harga ini menunjukkan bahwa Aula Barat pasca Restorasi sangat baik digunakan untuk performance musik TANPA sound system. Disarankan pertunjukkan full orkestra atau recital (piano, kuartet string atau kuartet tiup) dilakukan tanpa sistem tata suara elektronik, dengan pengaturan panggung mengarah ke arah sisi panjang atau sisi lebar. Penambahan reflektor non permanen pada bagian atas atau kanan kiri panggung sangat disarankan.