Akustik Ruang Percakapan (Room for Speech)

Jika sebuah ruangan difungsikan untuk ruang percakapan, misalnya ruang konferensi, ruang drama, ruang kelas dan ruang pengadilan, parameter akustik utama yang harus diperhatikan adalah tingkat kejelasan suara ucapan (speech intelligibility). Apabila tingkat kejelasan suara ucapan yang baik dapat dicapai, maka informasi yang disampaikan oleh pembicara akan sampai dengan sempurna pada pendengar. Untuk mencapai kondisi tersebut, hal-hal berikut harus dipertimbangkan dalam desain akustik ruang percakapan:

  1. Berapa tingkat bising yang diinginkan hadir dalam ruangan?
  2. Berapa waktu dengung ruangan/Berapa ukuran ruangan/berapa banyak permukaan penyerap suara yang harus dipasang?
  3. bagaimana geometri ruangan? (berkaitan dengan pantulan, flutter echoe, sound focusing dan difusi suara)
  4. Apakah perlu dipasang sistem tata suara (sound reinforcement system)?

 

Point pertama berkaitan dengan beda level energi suara yang ingin didengarkan dengan level bising latar belakang, atau yang biasa disebut Signal to Noise Ratio (SNR). Bising latar belakang yang mungkin terjadi pada umumnya berasal dari:

  • Sumber bising eksternal (traffic noise, pesawat terbang, kereta api, dsb). Hal ini harus dikendalikan dengan sistem insulasi pada dinding, lantai dan langit-langit.
  • Sumber bising dari aktifitas di koridor, foyer atau toilet
  • Sistem tata udara (AC) dan sistem mekanik lainnya (pompa misalnya)

Pada umumnya tingkat bising yang diijinkan adalah antara 30-35 dB (25-30 dB untuk ruang drama)

 

Point kedua berkaitan dengan berapa lama energi suara diharapkan bertahan dalam ruangan. Karena besaran speech intelligibility pada dasarnya adalah merupakan perbandingan antara energi suara yang datang ke pendengar pada awal 50-80 ms dengan energi total yang dirasakan pendengar dalam ruangan, maka waktu dengung ruangan menjadi sangat besar pengaruhnya. Waktu dengung yang disarankan berkisar antara 0.7 -  1 detik, bergantung dari ukuran ruangan. Untuk mencapai waktu dengung ruang yang disarankan inilah pemakaian bahan penyerap energi suara diperlukan. Luasan permukaan yang menyerap suara dan volume ruangan akan menentukan seberapa besar dengung dalam ruangan.

 

Point ketiga berkaitan dengan perilaku pemantulan suara dalam ruangan. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk ruang dan posisi pemantul dan penyerap di dalam ruangan. Dinding dan langit-langit ruangan merupakan bagian permukaan ruang yang digunakan untuk mengendalikan pola pemantulan. Beberapa hal berikut perlu dijadikan catatan:

  • Dinding samping dan langit-langit sebaiknya dibuat dari permukaan yang memantulkan suara, untuk mengoptimumkan pantulan energi suara dari sumber sehingga memperkuat suara langsung.
  • Bagian bidang pertemuan antara dinding dan langit-langit sebaiknya dibuat absorptive (menyerap suara).
  • Dinding belakang sebaiknya terbuat dari bahan penyerap suara atau pendifuse suara (diffusor), untuk menghindarkan terjadinya pantulan dengan delay yang panjang (late refelctions).
  • Jarak pembicara dan pendengar dibuat sedekat mungkin (bentuk lantai teater lebih baik dari pada datar)
  • Sebaiknya posisi pembicara lebih tinggi dari pendengar.
  • Berikan porsi pantulan awal (dalam rentang 50-80 ms) yang merata pada seluruh daerah pendengar. (sebagai acuan praktis: beda jarak tempuh suara langsung dan suara pantulan < 17 m)
  • Perhatikan secara khusus permukaan-permukaan yang sejajar, karena bisa menimbulkan flutter echoe (pantulan berulang)
  • Hindari permukaan keras yang cekung (dome-like) karena akan mengakibatkan sound focusing.

 

Point keempat hanya boleh dilakukan apabila ruangan sudah ditreatment akustik dengan baik (ruangan sudah dioptimasi secara akustik dengan baik, untuk menghasilkan suara yang natural).

 

Semoga bermanfaat.

33 thoughts on “Akustik Ruang Percakapan (Room for Speech)

  1. wisnu sudibjo

    assalamualaikum pak,

    boleh saran nih ya pak, saya terus terang saja sering sekali mendapat keluhan baik itu dari temen saya ataupun yang lain bahwa desain akustik ruang masjidnya sangat jelek. sehingga pada saat khutbah, yang terdengar adalah suara ‘nggeremeng’ dari sang khatib.

    nah, gimana kalo pak Joko juga memberikan sedikit teknik, tips dan trik (kebanyakan masjidnya dah jadi), untuk memperbaiki kondisinya. atau untuk desain awal, Insya Allah jadi amal jariah pak Joko. gimana pak?

    wassalam,

    Reply
  2. jokosarwono

    Insya Allah saya akan coba tuliskan artikel tentang akustik Masjid, kebetulan group kami di bandung punya bbrp riset terkait. Secara garis besar, persoalannya sama dengan akustik untuk ruang speech, tetapi karena adanya keperluan “bersih dan Grande” pilihan material finishing utk masjid biasanya adalah material2 keras seperti marmer, GRC, granit dan sbgnya yang menimbulkan pantulan yang sangat banyak. Belum lagi kalau masjidnya menggunakan kubah/dome. bertambah lagi persoalan sound focusing. Dan problem yang ada kemudian diperburuk dengan pola penempatan dan pemilihan sistem tata suaranya.

    Reply
  3. Pingback: Akustik Masjid « Joko Sarwono’s Weblog

  4. iffan

    assalamualaikum

    pak saya mau tanya..
    bagaimana cara pengujian atau seperti apa pengujian untuk material akustik yang berupa dinding, agar dapat diketahui perbedaannya antara material yang satu dengan yang lainnya, semisal (dinding kayu dan dinding bata)

    terima kasih

    wassalam

    hormat saya

    Reply
  5. jokosarwono

    Untuk rekan Iffan, terima kasih telah berkunjung.
    Untuk pengukuran karakteristik akustik saya akan coba jawab secara singkat ya:
    1. Untuk pengukuran kemampuan material menyerap suara (parameter yang digunakan adalah koefisien absorpsi atau alpha) dapat dilakukan dengan menggunakan tabung impedansi akustik (hasil adalah alpha dengan sudut datang normal) atau dengan menempatkan material pada ruangan lab khusus untuk mengukur alpha random (ruang dengung atau reverberation chamber). Cara pertama menggunakan metode pendeteksian puncak dan lembah gelombang akustik, sedangkan cara kedua menggunakan metode selisih waktu dengung.
    2. Untuk pengukuran kemampuan material menahan suara/insulasi (parameter yang digunakan adalah transmission Loss), digunakan dua buah ruangan dengung terkopel (transmission suite) dimana material diletakkan pada dinding penghubung 2 ruang tersebut. Salah satu ruang berfungsi sebagai ruangan sumber (tempat loudspeaker diposisikan) dan ruang lainnya berfungsi sebagai ruang penerima. Metode yang digunakan adalah membandingkan tingkat tekanan suara pada kedua ruang dan pengukuran waktu dengung pada ruang penerima.

    Untuk mengukuran kedua parameter secara insitu, bisa juga digunakan metode pengukuran medan Intensitas suara menggunakan intensity probe atrau microphone array

    semoga membantu

    salam – JS

    Reply
  6. puput

    Pak, sy mhssw arsitektur semester akhir. Proyek Tugas Akhir sy tentang Convention Centre.
    Gimana y pak tentang persyaratan akustiknya?ap sama dengan r.percakapan?
    Mohon dijelaskan tentang detail material yg dgunakan utk mendptkan kondisi akustik yg baik Pak….
    Trims

    Thanks sudah berkunjung. Untuk Convention Centre posisinya berada diantara Ruang Percakapan dan Ruang Musik, karena pada umumnya Convention Centre di Indonesia digunakan untuk kegiatan percakapan dan musik. Jadi sangat tergantung pada desain awalnya, apakah akan lebih banyak digunakan sebagai ruang percakapan atau musik. Desainer pada umumnya menggunakan kriteria akustik ruang percakapan untuk Convention Centre, dengan menambahkan sound reinforcement system (sistem tata suara) untuk mengakomodasi penggunaan ruang convention sebagai ruang konser. Bila ingin diskusi lebih lanjut, silakan mampir ke lab kami di Teknik Fisika yaaa…. kebetulan saat ini sedang menangani Akustik untuk Convention Centre juga… semoga bermanfaat.

    Reply
  7. iffan

    Alhamdulillah
    Terima kasih atas masukannya pak, sangat membantu sekali..
    Ada yang mau saya tanyakan lagi, jika tidak keberatan..

    1.Nah bagaimana jika pengujian dilakukan dengan pembuatan prototipe sebuah ruangan dengan skala 1:1 pada ruang terbuka dengan perioritas pengukuran 24 jam, apakah hal itu sesuai dan tidak mengurangi unsur pengukuran akustik ruang tersebut?
    2.Apa pedoman SNI yang bisa saya pakai?

    Terima kasih

    Wassalam

    Hormat saya IF

    Reply
  8. joko sarwono

    Iffan:
    1. Bisa saja dilakukan pengukuran pada mock up skala 1: 1, hanya saja perlu diperhatikan noise (bising) yang ada di tempat pengukuran. Jangan sampai bisingnya menjadi faktor yang dominan dibandingkan dengan sumber suara yang digunakan. Sumber suara sebaiknya digunakan sinyal yang steady (stabil) dan broadband (mencakup seluruh frekuensi suara pendengaran). Jadi tidak perlu melakukan pengukuran 24 jam, kecuali memang diinginkan demikian (noise lingkungan digunakan sebagai sumber). Cara yang disebutkan terakhir sebearnya tidak direkomendasikan, karena sifat noisenya yang tidak steady (sedangkan sifat insulasi menetap). Terutama kalo ingin melakukan komparasi beberapa bahan.
    2. Sepengetahuan saya belum ada SNI yang secara khusus mengatur pedoman pengukuran insulasi (ada SNI, saya lupa nomernya, yang mengatur tentang pedoma material akustik untuk bangunan). Yang biasa direfer: BS 2750, ASTM E 336-84, ASTM E 413-73, ASTM E 596-78, ASTM E966-84, ISO 140-1978 (dan revisinya)

    tabik

    Reply
  9. Puput

    Pak, lab bapak di Teknik Fisika di mana ya?
    Bisa konsutasi mendetail lwt blog ini saja ga Pak?
    Soalnya sy berdomisili di Kalimantan…

    He-he-he, saya kira anda di Arsitektur ITB, monggo silakan lewat weblog ini juga boleh, karena memang Weblog ini didesain untuk diskusi semacam ini

    Reply
  10. Puput

    Saya bingung Pak…kan tema yg sy ambil “Material akustik ruang”, tapi saya masih belum mendapatkan detail2 material akustik tersebut, seperti bagaimana menghitung kebutuhan material pemantul maupun penyerap dlm ruang2 Convention Centre, bagaimana kombinasi perletakannya, bagaimana bentuk ruang untuk tipe ruang seminar, lokakarya, forum,dsb (selama ini literatur yg ada kebanyakan hanya menjelaskan tentang tipe theater sj),dsb.
    Mungkin bpk bisa memberi sy masukan..
    Trims sebelumnya…

    Wah jangan bingung, literatur sudah cukup banyak kok, seandainya anda di Bandung saya dengan mudah bisa meminjamkannya. Kalo untuk rekan2 arsitektur di bandung dan sekitarnya, biasanya saya sarankan untuk menggunakan software modeling yang kami miliki: CATT Acoustics dan Ecotec. Bahkan baru saja seorang mhs S2 dari Menado juga melakukan penelitian di tempat saya menggunakan software tersebut. Dengan software tersebut, anda dengan mudah mengubah-ubah material akustik ruangan sesuai dengan desain target yang diinginkan. Utk Literatur, mungkin bukunya Pak Satwiko Prasasto (Fisika Bangunan) bisa menjadi pijakan awal. Saya kira bisa ditemukan di toko buku gramedia.

    Reply
  11. Puput

    Pak, dimana bisa mendapatkan softwarenya ya?
    Apa bisa didownload dari internet?
    Kalo bisa, boleh tau situsnya apa Pak?

    Wah, softwarenya harus beli Puput……

    Reply
  12. Puput

    Buku karangan Pak Prasasto Satwiko sudah sy miliki dan sudah sy baca…
    Hanya saja yg saya bingungkan mengenai bagaimana memilih bahan penyerap suara yang tepat dan bagaimana mengkombinasikannya dengan material lain serta spesifikasi pemasangan serta detail2nya. Apa di toko-toko bangunan bisa sy dapatkan Pak?

    Sayang sy tidak berdomisili di Bandung ya pak,hiks hiks hiks….

    Reply
    1. bprijonoo

      mba’ Puput.

      untuk material / bahan yang baik dan dapat menyerap suara dengan optimal, saya anjurkan pemakaian Yumen Board (www.indoyumenboard.com).
      Sudah lama di produksi secara lokal, memakai bahan alami, bebas dari bahan kimia (buatan) dan aman untuk diri kita juga lingkungan.
      Harga terjangkau, silahkan mencoba.

      Salam
      den Bagus
      (domisili di Surabaya)

      Reply
  13. Puput

    Pak, kalo boleh saya minta daftar pustaka untuk literatur seperti yang Bapak punya…
    Barangkali bisa sy dapatkan di toko buku/Gramedia terdekat…
    Trims

    Reply
  14. Puput

    Pak, kalau boleh sy minta daftar pustaka buku2 yang bisa dijadikan literatur referensi seperti yg Bapak punya…
    barangkali bisa sy dapatkan di toko2 buku terdekat atau melalui pemesanan…..
    Trims

    Bisa dicoba: “Master Handbook of Acoustics” nya Alton Everest atau “Architectural acoustics” nya David Egan

    Reply
  15. sandro

    pak
    saya mahasiswa tingkat akhir Teknik Elektro yang emngambil skripisi tentang ‘akustik Gereja Katholik’
    yang saya mau tanyakan, bagaimana cara mengukur SNR dalam suatu ruang?

    klo metode saya,
    krena SNR adalah prbndingan S = sinyal (pembicaraan) dengan N = noise (aras bising latar belakang)
    jadi, pertama-tama saya cari nilai aras bising latar belakang dulu, kmudian nilai sinyal pembicaraan saya dapat dengan mngukur dngan cara :
    -menyalakan pink noise sebesar 65-70dB (suara pembicaraan) kmudian ditapis ole tapis 1/3 oktaf kmudian dikuatkan dan dikeluarkan oleh penyuara dodekahedron
    -misalkan saja pada posisi A, nilai S pada posisi A didapat dengan meletakkan SLM pada posisi A, didapatlah nilai S pada posisi A

    lalu nilai SNR pada posisi A adalah :
    nilai S pada posisi A dikurangi N pada posisi A
    –> SNR = S(A) – N(A)

    menurut bapak bagaimana dngan metode yang sya gunakan?? ada saran ??

    Thx

    Sandro,
    Maaf telat balesnya, sudah lama tidak buka blog…he-he…
    Untuk metodenya, jawabnya bisa digunakan bisa tidak, tergantung kondisi parameter yang lain…. kalo parameter dengungnya tidak masalah, ya bisa digunakan, kalo bermasalah, ya tidak sesederhana itu. Belum lagi kalo ada masalah flutter echoe dsb…

    Salam

    Joko

    Reply
  16. sandro

    trima kasih pak

    ada pertanyaan lagi nih pak…
    fungsinya pengukuran parameter tanggapan frekuensi pada ruang apa y?
    dan klo suatu ruang tidak mempunya tanggapan frekuensi yang baik apakah dampaknya dapat dirasakan langsung??

    trima kasih sebelumnya
    :)

    Tanggapan frekuensi diperlukan karena sumber yang dibunyikan dalam ruang kan memiliki spektrum frekuensi yang berbeda-beda, misalnya musik dengan percakapan, atau vocal dengan orchestra. Akibatnya, ruangan harus memiliki response yang menjaga supaya karakter spektrum frekuensi sumber itu tidak terdegradasi kualitasnya, sebab kalo degradasi itu terjadi, suara sumber tentunya akan berubah ke arah yang tidak baik. So, keperluan utama pengukuran tanggapan frekuensi ruang ya dalam rangka menjaga kualitas itu. Jadi misalnya ruangan memiliki karakter penyerapan yang sangat besar pada frekuensi tertentu, sedangkan sumber dominan ditentukan oleh frekuensi tersebut, maka tuning di sumbernya perlu dilakukan. Dampaknya tentu saja bisa dirasakan langsung kalau didengarkan dengan teliti, walaupun dalam prakteknya manusia lebih mempersepsi signal suara secara temporal (dalam domain waktu). Tetapi harus diingat, sistem pendengaran yang kita miliki sangat sadar akan content frequency dari suara yang didengarnya….

    Reply
  17. sandro

    pak saya ada pertanyaan lagi
    semoga ga bosan menjawab pertanyaan saya hihihihi

    yang saya mau tanyakan tentang RT60.
    RT60 itu kan waktu yang digunakan untuk meluruh sebesar 60 dB…dimana 60 dB itu adalah sepersejuta dari energi awalnya….
    yang saya bingung dan saya mau tanyakan adalah,

    60 dB itu dari perhitungan yang seperti apa,apakah

    a. 10 log (I/Iref) ; dimana I = 10 pangkat -6 dan I ref = 10 pangkat -12.

    b. yang lainya yang saya blom tau

    trima kasih banyak pak

    Sandro,

    RT60 diperkenalkan oleh Sabine, utk menunjukkan seberapa lama energi suara dapat bertahan (audible) dalam sebuah ruangan. Dari hasil pengukurannya, kemudian diperoleh bahwa bila energi sudah meluruh sebesar 60 dB, maka suara menjadi unaudible (tdk terdengar lagi), itu sebabnya disebut T60 (dipengaruhi oleh Volume ruangan, karakter permukaan dalam ruangan dan luasnya, serta sebuah konstanta). Dalam prateknya, tentu saja sulit untuk mendeteksi peluruhan penuh 60 dB, misalnya saja dalam sebuah ruangan percakapan: bila background noise saja sudah 40 dB, dan suara sumber ucapan sekitar 65 dB, maka suara 65 dB yg meluruh sebanyak 25 dB pun sudah akan tenggelam dalam background. Itulah salah satu alasan mengapa kemudian waktu dengung atau reverberation time didekati dengan peluruhan 10 dB, 20 dB, 30 dB dalam bentuk T10 atau EDT, T20, dan T30, sesuai dengan karakteristik peluruhan ruangan. Dan ingat, setiap titik dalam ruangan akan memiliki waktu dengung/reverberation yang berbeda-beda. Kalau menggunakan pendekatan T60 Sabine, maka dianggap harga di semua titik sama besar, karena memang awalnya dikembangkan berdasarkan konsep energi tunak.

    kembali ke pertanyaan anda, bgmn menghitung 60 dB nya: sederhana sajah, anda bunyikan sebuah sumber dalam ruangan sebesar minimum 60 dB (tergantung backgroundnya), kemudian matikan suara itu, hitung waktunya sampai si sumber berkurang levelnya sebesar 60 dB. Waktu peluruhan itu yang akan disebut sebagai T60.

    Semoga menjawab.
    salam Joko

    Reply
  18. jokosarwono

    Sandro,

    RT60 diperkenalkan oleh Sabine, utk menunjukkan seberapa lama energi suara dapat bertahan (audible) dalam sebuah ruangan. Dari hasil pengukurannya, kemudian diperoleh bahwa bila energi sudah meluruh sebesar 60 dB, maka suara menjadi unaudible (tdk terdengar lagi), itu sebabnya disebut T60 (dipengaruhi oleh Volume ruangan, karakter permukaan dalam ruangan dan luasnya, serta sebuah konstanta). Dalam prateknya, tentu saja sulit untuk mendeteksi peluruhan penuh 60 dB, misalnya saja dalam sebuah ruangan percakapan: bila background noise saja sudah 40 dB, dan suara sumber ucapan sekitar 65 dB, maka suara 65 dB yg meluruh sebanyak 25 dB pun sudah akan tenggelam dalam background. Itulah salah satu alasan mengapa kemudian waktu dengung atau reverberation time didekati dengan peluruhan 10 dB, 20 dB, 30 dB dalam bentuk T10 atau EDT, T20, dan T30, sesuai dengan karakteristik peluruhan ruangan. Dan ingat, setiap titik dalam ruangan akan memiliki waktu dengung/reverberation yang berbeda-beda. Kalau menggunakan pendekatan T60 Sabine, maka dianggap harga di semua titik sama besar, karena memang awalnya dikembangkan berdasarkan konsep energi tunak.

    kembali ke pertanyaan anda, bgmn menghitung 60 dB nya: sederhana sajah, anda bunyikan sebuah sumber dalam ruangan sebesar minimum 60 dB (tergantung backgroundnya), kemudian matikan suara itu, hitung waktunya sampai si sumber berkurang levelnya sebesar 60 dB. Waktu peluruhan itu yang akan disebut sebagai T60.

    Semoga menjawab.
    salam Joko

    Reply
  19. sandro

    pak,
    saya ada pertanyaan lagi
    tentang tanggapan frekuensi ruangan…

    spektrum frekuensi ruang itu ditentukan oleh apa aja pak? apakah oleh ukuran ruang atau yang lain?

    trima kasih sebelumnya
    :)

    Reply
  20. joko sarwono

    Mas Sandro,

    Tanggapan frekuensi ruangan pada dasarnya ada bagaimana ruangan tersebut meresponse suara yang “berbunyi” di dalamnya. Jadi secara umum tentunya ditentukan oleh karakteristik permukaan dalam ruangan, serta dipengaruhi oleh bentuk ruangannya….

    Reply
  21. Apsat

    slamat siang pak Joko,
    saya sedang skripsi mengenai akustika ruang ibadah,saya memakai parameter parameter yang diatur oleh ISO 3382
    yaitu RT 60,EDT,C80,D50 yang saya mau tanyakan mengapa dalam ISO ini dalam mengukur RT kita harus mengukur dalam 2versi yaitu RT60 dan RT10(EDT) bukannya pake salah satu saja udah bisa??secara teknis apa perbedaan kedua RT tersebut?dan apa yang ingin diperoleh dari pengukuran RT 60 dan RT 10?trimakasih sebelumnya pak

    Wasalam

    Reply
  22. Harry

    Pak Joko yth,
    Saya sedang mengset sound system di masjid menggunakan power mixer Behringer dan speaker 3G Audio. Berapa ketinggian speaker harus sy pasang? Bagaimana mengurangi storing tetapi mic tetap sensitif? Bagaimana setelan equalizernya yg cocok? Terima kasih banyak sebelumnya.

    Reply
    1. jokosarwono

      Pak Harry ysh,
      Ketinggian loudspeaker akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik dispersi dari si loudspeaker (mestinya ada di brosurnya, H/V coverage). Jika sudut dispersi diketahui, tinggal disesuaikan dengan ukuran ruang dan cakupan yang diinginkan di area pendengar. Mengurangi storingnya tentu saja dengan menempatkan posisi mic di luar area coverage loudspeaker. sedangkan equalisasinya akan sangat dipengaruhi oleh karakter response frekuensi ruangan.
      wassalam

      Reply
  23. jeffer

    pak saya jeffer…
    saya sedang akan membuat skripsi tentang analisis akustik karoke..namun dosen pembimbing saya menyarankan agar saya memiliki software yang bapak sebutkan tadi..jika tidak saya harus mengganti judul..dimana saya bisa mendapatkan (beli) software tsb yah pak..mohon bantuannya..

    Reply
  24. rere

    selamat malam pak, saya mahasiswa teknik elektro yang sedang mengambil proyek. Proyek saya tentang audio feedback eliminator with notch filter.

    Saya ingin bertanya, bagaimana cara kita mengukur spektrum frekuensi suatu ruang yang benar?apakah ditembakan sumber bunyi lalu diukur gitu saja (bisa dengan sftwr spectralab)? jika iya, apakah nanti hasilnya dapat terlihat nilai2 frekuensi yang cukup tinggi yang menganggu yang mengakibatkan adanya audio feedback?

    terima kasih banyak

    Reply
  25. fahridhal

    pak saya mau nanya kira2 bapak ngerti ga pengertian dri metode tabung impedansi..?
    saya udah cari browsing di google ga ketemu pengertian dri tabung impedansi…!!
    yang saya dapat bahasa inggris yg rumit di artikan..!!
    kira2 bapak bisa ga kasi penjelasan tentang tabung impedansi itu..!!!
    makasi pak….

    Reply
  26. Yuniar

    pak, sy yuniar mahasiswa TF ITS 2007, kebetulan saat ini saya sedang mengerjakan tugas akhir terkait dengan desain ulang akustik ruang multifungsi di ITS. saat ini saya telah sampai ke tahap akhir yaitu membuat simualasi dari desain yang saya rancang dengan menggunakan software CATT – Acoustic, nah yang saya bingungkan pada software tersebut hanya dihitung T30 dan T15 saja, sedangkan dalam pengambilan data awal ruang tersebut, saya mengukur T60. bagaimana cara menghubungkan antara hasil T30 pada simulasi dengan T60 dari pengambilan data awal saya, karena menurut dosen saya T30 pada CATT itu sama dengan T60. bagaimana menurut bapak? makasih sebelumnya

    Reply
    1. jokosarwono

      Yuniar,

      T15, T30 dan T60 akan sama harganya apabila slope penurunan energi suara (atau decay curve) nya stabil dari 0 sd -60 dB, karena pada dasarnya index setelah T itu menunjukkan batas penggambaran curve fitting pada decay curve. harga T15 dan T30 dalam CATT sudah diextrapolasi menjadi T60, berdsarkan curve fittingnya masing2. Dicek saja apakah curve fitting T15 dan T30 sama, kalau sama ya kemungkinan besar sama dengan T60. BTW, di CATT bisa kok dihitung T60, gunakan custom Tx saja, bisa diset disana. Eh, di ITS ada CATT juga ya?

      Reply
  27. Anggrayni

    Pak,, saya Anggrayni mahasiswa Desain Interior UNS,,
    sekarang sedang menjalani Tugas Akhir terkait sistem akustik ruang untuk Hall Keroncong Center..saya mau bertanya mengenai sistem akustik yang baik untuk jenis ruang pementasa khusus musik keroncong itu seperti apa , dan bagaimana menerapkannya agar menghasilkan interior pementasan keroncong dengan kualitas suara yang baik ??
    terimakasih..

    Reply
    1. jokosarwono

      Anggrayni yang baik, terima kasih sdh berkunjung. Apakah hall nya akan didesain dengan menggunakan sistem tata suara (sound system)? atau fully acoustics? Kalau yang pertama, tinggal pilih sistem tata suara yang bagus, kalau yang kedua ditentukan dimensi ruang, bentuk ruang, sudut2 permukaan ruang, material penyusun permukaan ruang, dan karakteristik musik keroncongnya sendiri. Kalau ada waktu, silkan mampir ke Bandung, atau boleh juga email saya di cettasarwono(at)yahoo(dot)co(dot)uk salamn Joko

      Reply

Leave a Reply to bprijonoo Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>